Jumpa pers tentang Rapat Internasional Teknologi Pengurangan Senjanghasil Usaha Tani di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta, Selasa (23/2/2016). (Januardi/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Hasil produksi padi yang dilakukan oleh Internasional Rice Research Institute (IRRI) masih mengalami perbedaan atau gap dengan yang dilakukan oleh petani di Yogyakarta.
Dengan metode yang sama, yaitu pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi, pada tahun 2014-2015 IRRI dapat menghasilkan produksi padi mencapai 8,1 ton per hektar. Sedangkan petani hanya menghasilkan 6,3 ton per hektar. Sementara produktifitas rata-rata padi di DIY hanya 5,8 ton per hektar.
Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Ali Jamil mengatakan, kesenjangan yang terjadi disebabkan perlakuan yang berbeda antara petani dan peneliti. Karenanya, petani masih perlu pendampingan dalam menerapkan PTT.
“Penelitian hasilnya tinggi karena didampingi hari per hari. Jadi dapat diketahui kapan padi mulai terserang hama atau kapan padi membutuhkan air. Pengaturan dan pengelolaan air itu sangat penting,” kata Ali, dalam jumpa pers,.sesaat setelah Rapat Internasional Teknologi Pengurangan Senjanghasil Usaha Tani di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta, Selasa (23/2/2016).
Selain karena kurangnya pendampingan, benih yang digunakan oleh petani juga kurang variatif. Berbeda dengan peneliti yang selalu mengeluarkan benih-benih baru yang terbukti mampu untuk meningkatkan produktifitas hasil panen.
Ali menambahkan, para peneliti juga menggunakan sistem perairan alternate wetting and drying, tanam benih langsung, dan tanam menggunakan mesin transplater. Semua itu sesuai dengan konsep PTT.
“Selain itu, penggunaan pupuk juga harus spesifik lokasi. Tidak setiap pupuk cocok untuk semua lahan. Harus tepat waktu, dosis, dan tepat jenisnya,” ujar dia.
Untuk mengatasi gap yang terjadi itu, pemerintah melalui BPTP bekerja sama dengan IRRI mencari solusi dengan menerapkan teknologi yang disebut Closing Rice Yield Gaps atau Corigap.
Sebelumnya, Corigap pernah diterapkan di Sumatera Selatan dan berhasil meningkatkan produktifitas padi 1- 2 ton per hektar.
“Corigap juga berhasil menambah luas wilayah tanam, dari 30 hektar pada 2013, menjadi 300 hektar pada 2014, dan 20.000 hektar pada 2015,” kata Harmanto, Kepala BPTP Sumatera Selatan. (Ed-03)
Kontributor: Januardi