Australia Update 2019, di Sekolah Pasca Sarjana UGM, Selasa (13/3/2019). (dok. kabarkota.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia sudah terjalin sejak 70 tahun terakhir. Selama itu, banyak dinamika terjadi yang tak jarang menyebabkan terganggunya hubungan antarkedua negara.
Namun lamanya hubungan bilateral kedua negara ini, ternyata tak serta merta membuat masyarakat Indonesia mengenal baik Negeri Kangguru tersebut, khususnya dari sisi budaya.
Seorang jurnalis Indonesia yang sering melakukan peliputan tentang hubungan Indonesia – Australia, Endy Bayuni menganggap, minimnya pengetahuan masyarakat tentang Australia itu tak lepas dari jarangnya pemberitaan media di Indonesia tentang Negara tersebut.
“Media gagal menberikan gambaran mengenai apa yang terjadi Australia,” kata Endy dalam Australia Update 2019, di Sekolah Pasca Sarjana UGM, Selasa (13/3/2019).
Kalau pun ada, lebih banyak mengekspose tentang berita-berita buruk, seperti eksekusi Bali nine duo, skandal penyadapan telepon terhadap Susilo Bambang Yudhoyono yang ketika itu masih menjabat sebagai presiden RI, dan juga penyadapan terhadap 10 anggota dewan lainnya, serta isu tentang asylum seeker yang menjadi perdebatan di negara tersebut.
Persoalan lain juga terkait pandangan orang Indonesia terhadap warga Australia yang mayoritas kulit putih yang hingga sekarang masih melekat, seperti anggapan bahwa rang kulit putih itu rasis, sombong, dan suka mengeksploitasi. Padahal hal tersebut tak sepenuhnya benar.
“Selain kangguru, sementara ini tidak ada lagi ikon yang bisa menghubungkan antara Indonesia dengan Australia,” ucapnya.
Padahal sebenarnya, lanjut Endy, terjalin sinergi yang baik antara Indonesia dan Australia, misalnya dalam hal counter terrorism, dan penanganan bencana, seperti saat Australia memberikan bantuan terhadap korban tsunami di Aceh dan Gempa Bumi di Palu. Begitu juga ketika tim forensik Indonesia dikirimkan ke Australia untuk membantu mengidentifikasi para korban kebakaran di sana.
Karenanya, Endy berharap, ke depan hubungan kedua negara tak hanya bergantung pada siapa pemimpinnya, namun juga dikembangkan oleh hubungan bisnis dan orang per orang. (Rep-01)