Ilustrasi (sumber: acc.co.id)
SLEMAN (kabarkota.com) – Guna melakukan efisiensi penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia, maka perlu penataan kawasan pemukiman yang berbasis transportasi publik.
Pakar Tata Ruang Kota Universitas Islam Indonesia (UII), Suparwoko mengatakan, selama ini, pembangunan pemukiman-pemukiman baru, seperti perumahan lebih didasarkan pada akses jalan yang memaksa penghuninya menggunakan kendaraan pribadi, baik roda empat maupun roda dua.
Padahal, menurutnya, sejumlah kota di Indonesia, utamanya di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan sangat potensial untuk pengembangan sistem transportasi publik dengan menggunakan kereta api.
"Hirarkinya, sistem transportasi massa itu dimulai dari kereta api, trem, bus, angkot dan ojek jika masih diperlukan," jelas Parwoko kepada kabarkota.com di ruang kerjanya, Rabu (8/10).
Oleh karenanya, kereta api sebagai angkutan umum perlu dikembangkan dengan pembangunan lebih banyak stasiun kecil untuk pemberhentian kereta api. Misalnya, dengan jarak antara 2 – 4 km.
Stasiun tersebut, kata dia, juga harus dilengkapi dengan properti untuk fasilitas publik, seperti taman kota, pusat perbelanjaan, kantong parkir, tempat ibadah, dan toilet.
Dosen Teknik Sipil UII ini menganggap pembangunan stasiun tersebut penting di tempat-tempat yang jauh dari pusat kota.
Sementara untuk jantung kota, penataan kawasan parkir dengan tarif tinggi berbasis komputerisasi juga menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang secara otomatis akan mengurangi konsumsi BBM. Sekaligus mengatasi masalah kemacetan seperti yang terjadi di sejumlah wilayah selama ini.
Hanya saja, Parwoko berharap, pengelolaan parkir menjadi ranahnya pemerintah untuk menghindari maraknya parkir-parkir liar di pinggir-pinggir jalan.
Untuk merealisasikan konsep penataan sistem transportasi seperti ini, sambung dia, memang membutuhkan masa transisi dan pembiayaan yang besar. Bahkan, besarnya subsidi BBM yang dialokasikan pemerintah, jika dialihkan untuk pembangunan infrastruktur tersebut belum mampu mencukupi.
Meski demikian, Pemerintah bisa membuka ruang bagi investor baik dalam maupun luar negeri untuk turut mewujudkan pembangunan properti publik. Sedangkan untuk pembangunan jalur-jalur kereta bisa direalisasikan oleh pemerintah sendiri.
"Namun harus ada jaminan yang luar biasa bagi para investor, misalnya mampu membebaskan tanah di sekitarnya," ujarnya.
Karenanya, Indonesia perlu memiliki pemimpin yang leadershipnya kuat untuk memahami permasalahan itu secara komprehensif.
SUTRIYATI