Mau Menggugat Hasil Pemilu ke MK? Ini yang perlu Diperhatikan

Ilustrasi: KPPS sedang mengisi data Plano C hasil di TPS, pada 14 Februari 2024. (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Proses rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu 2024 di tingkat Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sedang berlangsung hingga 20 Maret mendatang. Artinya, rangkaian proses penyelenggaraan Pemilu serentak hampir usai.

Bacaan Lainnya

Jika ada peserta Pemilu yang merasa tidak puas terhadap penetapan hasil Pemilu 2024, maka penyelenggara Pemilu memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengajukan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK), sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY, Umi Illiyina mengatakan bahwa pengajuan gugatan ke MK dapat dilakukan maksimal 3×24 jam setelah KPU RI menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara secara nasional yang ditargetkan selesai antara tanggal 20 – 21 Maret mendatang.

“Ketika nanti tidak diregistrasi MK, maka penetapan itu sudah inkrah. Tapi ketika dalam 3 hari itu ada registrasi di MK, maka prosesnya 14 hari,” jelas Umi di kantor Bawaslu DIY, baru-baru ini.

Lalu, apa yang perlu diperhatikan oleh peserta Pemilu, jika akan mengajukan gugatan PHPU ke MK?

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesiao (UII), Anang Zubaidy memaparkan beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh peserta Pemilu saat akan mengajukan gugatan tersebut.

Pertama, peserta Pemilu harus menyiapkan dokumen hasil rekapitulasi yang sudah ditetapkan KPU dan hasil rekapitulasi mandiri atau dibuat oleh mereka sendiri. Itu penting untuk perbandingan dengan rekapitulasi di MK.

Kedua, peserta Pemilu juga harus menyiapkan bukti-bukti penyebab terjadinya perbedaan penghitungan antara yang ditetapkan oleh KPU dengan yang diperoleh dari rekapitulasi Mandiri itu. Artnya, bukti C 1 hasil sedapat mungkin harus disiapkan

Menurutnya, jika memang ada dugaan kecurangan, maka harus dipastikan bahwa dugaan tersebut telah dilaporkan ke Bawaslu terlebih dahulu. Karena bagaimanapun itu bagian dari sengketa proses.

“Jadi MK membatasi diri tidak mau memeriksa sengketa proses. Dia hanya memeriksa gugatan atau permohonan sengketa hasil sehingga semua sengketa proses itu harus diselesaikan di Bawaslu,” tegasnya kepada kabarkota.com, Selasa (12/3/2024).

Jika tidak puas dengan tindak lanjut dari Bawaslu, lanjut Anang, maka itu yang kemudian dibawa ke MK sebagai alasan untuk mengatakan bahwa Pemilu sudah dilaksanakan dengan cara tidak jujur atau curang.

“Itu juga bisa digunakan untuk mengatakan bahwa perolehan suara berdasarkan penetapan KPU tidak sah sehingga harus dibatalkan oleh MK,” sambung Anang.

Selain itu, kata Anang, jika peserta Pemilu menemukan ada dugaan jual beli suara, transaksi antarcalon, dengan dihargai nilai tertentu per suara atau bahkan dugaan permainan dengan KPPS, maka sedapat mungkin segera sampaikan ke KPU supaya diproses di KPU.

Kemudian, jika ternyata peserta Pemilu merasa tidak puas dengan hasil berdasarkan penetapan KPU karena jumlah perolehan yang seharusnya tidak sama, maka itu juga bisa digugat ke MK

Jika peserta Pemilu merasa tidak puas dengan hasilnya itu atau suara yang ditetapkan oleh KPU karena seharusnya tidak seperti itu jumlahnya, maka itu nanti bisa dibawa ke MK.

“Hal terpenting yang harus diperhatikan saat mengajukan gugatan ke MK itu pastikan bahwa perbandingan antara perolehan suara berdasarkan penetapan KPU dengan penghitungan suara mandiri itu memengaruhi hasil,” tegasnya.

Anang menambahkan, biasanya, hal itu terjadi pada perolehan suara antarcalon yang selisihnya tidak terlalu jauh.

“Jika selisihnya terlalu jauh, maka berat bag peserta untuk memperjuangkan itu di MK,” ucapnya lagi. (Rep-01)

Pos terkait