Menyambut Pemilu Damai di DIY

Spanduk Sosialisasi dan Deklarasi Pemilu Damai 2024 di Kawasan Titik Nol Km Yogyakarta (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Pada 14 Februari 2024 mendatang, perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) akan digelar serentak. Manuver-manuver politik penuh kejutan bagi publik yang dipertontonkan oleh para elit politik, khususnya yang berkaitan dengan pasangan Bakal Calon Presiden (Bacapres) dan Bakal Calon Wakil Presiden (Bacawapres) telah meningkatkan tensi politik, termasuk di kalangan para pendukungnya.

Bacaan Lainnya

Di media massa maupun media sosial (medsos) hampir setiap saat berseliweran informasi baik berupa narasi tulisan, gambar maupun video-video yang membahas pasangan Bacapres – Bacawapres.

Di tengah hiruk pikuk politik jelang Pemilu itu, publik juga menyaksikan Presiden Jokowi makan siang bersama tiga Bacapres, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto di Istana Negara Jakarta, pada 30 Oktober 2023

Dalam pernyataannya di Bali pada 31 Oktober 2023, Presiden Jokowi mengungkapkan, salah satu pesan yang disampaikan ketika pihaknya bertemu dengan tiga Bacapres di Istana Negara Jakarta adalah mengajak mereka agar bersama-sama menjaga Pemilu damai.

Selanjutnya, masih di tanggal 30 Oktober 2023, Presiden juga memberikan pengarahan kepada Penjabat (PJ) Kepala Daerah seluruh Indonesia. “Jangan sampai memihak,” tegas Presiden, Jokowi melalui kanal YouTube Sekretariat Kabinet RI.

Jokowi menekankan agar para PJ Kepala Daerah bisa memastikan bahwa para Aparatur Sipil Negara (ASN) bersikap netral. Selain itu, pihaknya meminta agar daerah bisa menyelesaikan percikan-percikan konflik dengan baik sehingga tercipta kerukunan di tingkat bawah.

“Jika ada masalah segera sampaikan ke Mendagri atau kalau kelas berat langsung ke saya sehingga kami bisa membantu,” pinta Jokowi.

Antisipasi Kerawanan Pemilu Serentak di DIY

Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 menjadi tantangan, terutama terkait dengan tingkat kerawanan. Merujuk pada Laporan Hasil Penelitian tentang “Peta Kerawanan Pemilu di DIY: Pengalaman Pemilu Serentak 2019”, Yogyakarta menduduki peringkat pertama kategori daerah rawan konflik sehingga membuat berbagai pihak siaga.

Penelitian yang dilakukan oleh Research Centre for Politics and Governments (PolGov) DPP Fisipol UGM dan KPU DIY ini menyimpulkan bahwa empat variabel dalam peta kerawanan Pemilu yang menjadi acuan KPU dalam Pemilu 2019 tidak relevan untuk memetakan kerawanan elektoral di DIY. Oleh karenanya, hasil penelitian dikerangkai dalam kerangka besar “Kerawanan Sosial” sebagai variabel utama yang memengaruhi keseluruhan proses penyelenggaraan Pemilu di Yogyakarta.

Salah satu hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya kelompok non-elektoral di luar sistem dan desain Pemilu yang memengaruhi proses serta hasil Pemilu rentan menciptakan kerawanan sosial. Kelompok ini terdiri dari simpatisan informal yang memiliki otonomi lebih besar, jika dibandingkan kelompok formal yang diakui oleh Parpol maupun penyelenggara Pemilu. Kelompok simpatisan yang dimaksud berafiliasi kuat dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sehingga penyelenggara Pemilu perlu mengambil langkah strategis guna memitigasi kerawanan tersebut.

Bagi Pemerintah Daerah (Pemda) DIY, penyelenggaraan Pemilu yang damai, salah satu kuncinya ada di lurah dan pamong. Oleh karenanya, pada peringatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober lalu, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menggelar Sapa Aruh di depan 7.000-an lurah dan Pamong se-DIY yang tergabung dalam Paguyuban Lurah dan Pamong Kalurahan se-DIY “Nayantaka”, di Monumen Yogya Kembali. Sapa Aruh kali ini secara spesifik mengusung tema Pemilu “Jogja Nyawiji Ing Pesta Demokrasi” (Yogyakarta bersatu dalam Pesta Demokrasi).

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X saat Sapa Aruh di Monumen Yogya Kembali, pada 28 Oktober 2023. (dok. Humas Pemda DIY)

Dalam sambutannya, Sultan menuturkan, dengan semangat tersebut, lurah dan pamong bertugas sebagai kekuatan moral dalam meredam konflik emosional, dan mengajak masyarakat, serta memberdayakan Jagawarga guna menjaga pesta demokrasi dengan mengedepankan nurani, nalar, dan akal sehat.

“Semua hanya bisa terlaksana, jika lurah dan pamong mengedepankan sikap netral, mengedepankan kondusifitas dan kohesi sosial,” ucap Sultan.

Pada kesempatan yang sama, Kapolda DIY, Irjen Pol Suwondo Nainggolan mengungkapkan, pihaknya telah melakukan mitigasi kerawanan Pemilu, tidak hanya ketika memasuki masa kampanye, tapi juga masa-masa sebelum kampanye terbuka digelar.

“Dari sekarang kami siap dalam artian menyiapkan piranti lunak dan konsepnya,” ucap Kapolda DIY kepada wartawan di Sleman.

Pihaknya menyatakan bahwa dalam upaya pengamanan Pemilu, Polri tidak bergerak sendiri, tapi bersama Satpol PP, Jagawarga, dan TNI. Termasuk berdiskusi secara informal dengan para pimpinan Parpol

“Kepolisian siap mengawal kampanye terbuka untuk semua parpol peserta Pemilu,” tegasnya.

Di samping itu, pihaknya juga melakukan pendekatan dengan para tokoh lintas kelurahan dan kecamatan, serta masyarakat secara umum agar turut menjaga keamanan dan ketertiban dalam berpesta demokrasi.

7 Langkah Bawaslu DIY Wujudkan Pemilu Damai

Di pihak Penyelenggara Pemilu, Ketua Bawaslu DIY, Muhammad Najib menjelaskan, pihaknya melakukan tujuh langkah guna mewujudkan Pemilu damai, jujur, dan adil. Pertama, berkoordinasi dan berkolaborasi dengan aparat keamanan (Polri/TNI) terkait pengamanan Pemilu 2024. Kedua, berkoordinasi dan meningkatkan kapasitas Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan) dalam upaya peningkatan efektifitas penindakan pelanggaran pidana Pemilu. Ketiga, berkoordinasi dan melakukan sosialisasi kepada Pengurus parpol peserta pemilu, Bakal Calon Anggota DPD, Pemuda Parpol peserta pemilu terkait upaya mewujudkan Pemilu damai dan memitigasi sengketa antarpeserta pemilu.

Keempat, berkoordinasi dengan KPU dan jajarannya di daerah serta meningkatkan efektivitas pengawasan guna menutup peluang terjadinya pelanggaran prosedur dan tata cara pelaksanaan Pemilu. Kelima, meminta dukungan stakeholder penting dalam pelaksanaan Pemilu, seperti Kesbangpol, Kominfo, Ormas, dan Perguruan Tinggi serta masyarakat agar turut mencegah pelanggaran, dengan melakukan pemantauan atau pun pengawasan Pemilu.

Keenam, mengajak masyarakat agar bersedia melapor atau menyampaikan informasi awal jika menemukan indikasi pelanggaran Pemilu guna meningkatkan efektivitas penegakan hukum pelanggaran Pemilu. Mengingat, potensi pelanggaran bersifat massif dan tersebar. Sementara jumlah pengawas Pemilu terbatas. Akibatnya, pengawas Pemilu kesulitan untuk menemukan indikasi pelanggaran di banyak tempat, pada saat bersamaan.

Ketujuh, Bawaslu DIY juga berkolaborasi dengan Perguruan Tinggi dalam pelaksanaan KKN Tematik Pendidikan Pemilih dan Pengawasan Pemilu guna meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya keterlibatan dalam penyelenggaraan Pemilu.

Para Lurah dan Pamong saat menghadiri Sapa Aruh Sultan di Monumen Yogya Kembali, pada 28 Oktober 2023. (dok. humas Pemda DIY)

Hal senada disampaikan Agus Muhammad Yasin yang baru-baru ini dilantik sebagai Anggota KPU Kota Yogyakarta. Menurutnya, penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada yang jaraknya terlalu dekat juga menjadi tantangan tersendiri dalam Penyelenggaraan Pemilu Serentak. Ditambah lagi kompleksitas pengelolaan logistik, serta kondisi cuaca yang tidak menentu.

Sedangkan Noor Harsya Aryosamodro yang kini menjabat Ketua KPU Kota Yogyakarta menambahkan, tantangan lain dalam penyelenggaraan Pemilu adalah membangun kepercayaan publik melalui kerja keras, kerja profesional secara kolektif kolegial dalam situasi disrupsi informasi.

“Kami perlu membangun narasi Pemilu yang menggembirakan, penuh persatuan dan kesatuan,” tuturnya.

Pemilu 2024 dan Harapan Gen Z

Pada Pemilu 2024 ini, para kandidat berlomba-lomba merebut suara dari anak-anak muda. Mengingat, KPU menyebut bahwa jumlah pemilih muda pada Pemilu 2024 akan mendominasi dengan angka 56,45 persen. Mayoritas dari mereka adalah generasi milenial, Gen Y, dan Gen Z.

Salah satu Gen Z dari Yogyakarta, Karin mengaku masih bingung menentukan pilihannya karena situasi politik yang sangat dinamis. Hanya saja dalam menentukan pilihannya, ia akan mengacu pada kriteria pemimpin ideal.

“Menurut saya, pemimpin ideal itu mau bekerja tulus untuk rakyat dan tidak korupsi. Intinya, dia memikirkan rakyatnya,” ucap Karin.

Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ahmad Norma Permata berpendapat bahwa dalam politik, masyarakat terbagi dalam tiga kelompok berbeda. Pertama, kelompok masyarakat kelas atas yang umumnya tidak menginginkan perubahan. Alasannya, mereka khawatir, perubahan akan membuat mereka turun ke kelas tengah maupun bawah.

Kedua, masyarakat kelas menengah yang menginginkan perubahan sehingga mereka mendapatkan celah untuk bisa naik ke kelas atas. Ketiga, kelompok masyarakat bahwa yang menginginkan kemapanan sehingga takut pada perubahan.

Pengamat politik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ahmad Norma Permata (dok. kabarkota.com)

“Masyarakat paling bawah ini jumlahnya sekitar 47 persen atau hampir separuh masyarakat Indonesia itu pendidikannya masih level bawah dan ekonominya ke bawah sehingga mereka sifatnya pasif,” sebut Norma.

Sementara terkait dengan kemungkinan terjadinya konflik sosial seperti kerusuhan sebagai bagian dari kerawanan Pemilu , Norma menegaskan bahwa kerusuhan hanya akan terjadi, jika penguasa menginginkannya. Namun, Norma meyakini hal itu tidak akan terjadi. Mengingat, sekarang politik tidak lagi soal identitas atau pun ego, melainkan pragmatisme.

“Selama 20 tahun berdemokrasi, kita paham bahwa dalam politik itu siapa bisa dapat apa. Jadi, selama kue kekuasaan dibagi, maka (kerusuhan) itu tidak akan terjadi,” katanya. (Tim Redaksi)

Pos terkait