Seminar Cendekiawan Lintas Agama dam Budaya, di AMC Yogyakarta, Sabtu (18/2/2017). (sutriyati/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Sebagai The City of Tolerance, Yogyakarta menjadi jantung toleransinya Indonesia. Bahkan, menurut ketua komisi HAM OKI, Siti Rohaini Dzuhayatin, Indonesia menjadi kiblatnya toleransi masyarakat dunia.
Namun, ketidakadilan sosial sebagai akibat dari feodaliame yang menguat telah merusak toleransi yang selama ini terjalin dengan baik di masyarakat.
“Intoleransi bukan dari radikalisme, melainkan masalah ketidakadilan,” kata Siti , Seminar Cendekiawan Lintas Agama dam Budaya, di AMC Yogyakarta, Sabtu (18/2/2017).
Sementara budayawan, Emha Ainun Najib atau Cak Nun berpendapat bahwa hidup itu harus dipahami secara dinamis dalam konteks sebab akibat.
“Yogyakarta saat ini tengah mengalami ke-mandeg-an mata rantai itu,” anggapnya. Meski begitu, Cak Nun mayakini, Yogyakarta bisa menjadi mercusuarnya dunia.
Sementara rektor Universitaa Sanata Dharma Yogyakarta, Johanes Eka Priyatma juga menambahkan, masalah toleransi itu muncul karena dua sebab utama, yakni kesenjangan dan kualitas pendidikan masyarakat.
Untuk itu, langkah paling konkrit yang bisa dilakulan untuk merawat toleransi adalah dengan memberdayakan subkomunitas akademik dalam mengembangkan jejaring toleransi.
Secara lebih khusus, Johanes berharap, asosiasi cendekiawan tidak lagi berbasis agama atau keyakinan tertentu, melainkan berbasis keilmuan sehingga akan lebih produktif dan berpengaruh positif bagi masyarakat.
“Perlu didorong lahirnya organisasi yang berhenti bicara nilai-nilai tapi membuat jejaring yang konkrit,” pintanya. (Rep-03/Ed-03)