Ilustrasi: aksi MPBI DIY tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Kawasan Titik Nol Km Yogyakarta (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY menilai, revisi Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ( UU PPP) akan menjadi malapetaka bagi para pekerja/buruh. Pasalnya, hasil pengesahan revisi UU PPP akan menjadi landasan hukum dalam proses perbaikan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sebelumnya telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Omnibus Law UU Cipta Kerja adalah produk demokrasi kapitalis yang merugikan pekerja atau pun buruhkarena secara nyata merugikan hak – hak kelas pekerja atau buruh danmasyarakat,” kata Juru Bicara MPBI DIY, Irsad Ade Irawan dalam siaran pers yang diterima kabarkota.com, Sabtu (11/6/2022).
Pihaknya menganggap, Omnibus Law UU Cipta Kerja hanya untuk kepentingan investasi semata, tanpa mengindahkan sila kelima Pancasila, karena memangkas hak kesejahteraan buruh, dengan upah murah. Selain itu juga berdampak buruk bagi lingkungan hidup, sebab regulasi perizinan dipersingkat sehingga memudahkan para investor mengeksploitasi alam.
Oleh karena itu, MPBI DIY mendesak agar UU Cipta Kerja segera dicabut. “Cabut juga UU PPP hasil revisi 2022,” tegasnya.
Sementara isu-isu ketenagakerjaan di DIY, MPBI menuntut kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di DIY sebesar 50 persen, serta penyediaan fasilitas perumahan bagi pekerja/buruh yang nyaman, sehat, dan harga terjangkau.
“Redistribusikan sebagian Sultan Ground dan Pakualaman Ground untuk sebesar – besarnya kepentingan masyarakat terutama perumahan dankegiatan ekonomi produktif yang dikelola oleh Serikat Pekerja/Serikat Buruh,” desaknya.
Termasuk, kata dia, realokasi Danais untuk jaminan sosial daerah, koperasi, serta insentif ekonomi bagi unit usaha yang dikelola oleh Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Pembentukan Perda Ketenagakerjaan Istimewa dan Perda Jaminan Sosial di DIY juga penting untuk direalisasikan. (Ed-01)