MUI dan Muhammadiyah Sikapi Pembakaran Bendera dengan Kalimat Tauhid

Ilustrasi (dok. wikipedia)

JAKARTA (kabarkota.com) – Peringatan Hari Santri Nasional (2018), khususnya di Garut, Jawa Barat, justru menuai respon negatif dari sebagian kalangan, akibat aksi pembakaran bendera dengan kalimat tauhid yang diduga dilakukan oleh oknum Banser setempat.

Bacaan Lainnya

Tak mengherankan jika hal tersebut mengundang reaksi dari umat Islam. Tak terkecuali Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Muhammadiyah.

Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Za’adi merasa prihatin dan menyesalkan atas terjadinya aksi yang telah menimbulkan kegaduhan di kalangan umat Islam tersebut.

“Kami meminta pihak yang telah melakukan tindakan tersebut untuk meminta maaf, dan mengakui kesalahannya secara terbuka kepada umat Islam,” pinta Zainut, dalam pernyataan sikapnya, baru-baru ini.

Pihaknya juga mendorong, agar permasalahan tersebut diserahkan proses hukumnya kepada pihak kepolisian, agar ditindak secara cepat, adil, dan profesional.

Lebih lanjut MUI mengimbau agar semua pihak bisa menahan diri dan tak melakukan provokasi yang bisa merusak ukhuwah Islamiyah. Oleh karenanya, pimpinan ormas, ulama, kyai, ustadz, dan ajengan dituntut perannya agar ikut mendinginkan suasana dan menjaga situasi tetap kondusif.

Muhammadiyah: Aksi itu sudah Kebablasan

Sementara Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah juga turut angkat bicara, melalui pernyataan sikap mereka yang pada intinya juga menyayangkan kejadian tersebut.

“Aksi itu sudah kebablasan, apalagi dilakukan tepat pada saat peringatan Hari Santri Nasional,” sesal sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti.

Pihaknya berpendapat bahwa jika yang mereka maksud itu sebagai bendera HTI, maka penolakan terhadap ormas tersebut, semestinya dilakukan dengan lebih santun, tanpa harus membakar bendera.

“Jika niatnya baik, maka lakukan sesuatu yang baik, dengan cara yang baik pula,” ucapnya.

Muhammadiyah juga mendesak agar pihak Banser Garut meminta maaf kepada umat Islam atas tindakan tersebut. Selain juga meminta agar masyarakat yang keberatan atas kasus tersebut tak main hakim sendiri, melainkan menyerahkannya pada pihak aparat penegak hukum.

Selanjutnya, aparat penegak hukum juga harus menindaklanjuti dan menjatuhkan sanksi hukum dengan semestinya.

Meski demikian Muhammadiyah menyatakan, “kami imbau masyarakat tak perlu menanggapi hal tersebut secara berlebihan”. Sebab kemarahan yang berlebihan dan diikuti dengan aksi massa tandingan, hanya akan menimbulkan perpecahan, dan kekisruhan. (Ed-01)

Pos terkait