Obesitas Perda, Ini yang Penting untuk Dilakukan Pemerintah

Seminar Nasional tentang Akses terhadap Keadilan dan Reformasi Regulasi dalam Perencanaan Pembangunan Hukum, di University Club (UC) UGM, Senin (17/12/2018). (dok. kabarkota.com)

SLEMAN (kabarkota.com) – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat, hingga tahun 2018 ini, ada lebih 5 ribu Peraturan Daerah (Perda) di tingkat Kabupaten/Kota/Provinsi.

Bacaan Lainnya

Direktur Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Sukoyo menganggap, jumlah tersebut menunjukkan obesitas Perda yang ada saat ini. Namun besarnya jumlah Perda itu juga karena obesitas peraturan di atasnya.

Di sisi lain, ada Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tak boleh lagi membolehkan Kemendagri membatalkan Perda. Padahal sebelum adanya Keputusan MK tersebut, Kemendagri telah membatalkan 3.143 Perda.

“Konsens kami sekarang adalah bagaimana bisa mereformasi regulasi,” kata Sukoyo dalam Seminar Nasional tentang Akses terhadap Keadilan dan Reformasi Regulasi dalam Perencanaan Pembangunan Hukum, di University Club (UC) UGM, Senin (17/12/2018).

Oleh karenanya, upaya yang kemudian dilakukan oleh Kemendagri adalah dengan penguatan beberapa aspek sebelum Perda diundangkan. Mulai dari pengkajian atau fasilitasi terkait materi Rancangan Perda, klarifikasi terhadap Perda yang sudah diundangkan, serta monitoring dan evaluasi terhadap semua Perda, baik saat penyusunan maupun setelah diundangkan.

Sementara Pakar Hukum UGM, Zaenal Arifin Mochtar juga berpendapat bahwa ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk menata regulasi di Indonesia.

Sebab problem yang seringkali terjadi, peraturan yang dibuat tidak jelas materi muatannya. Selain itu juga efeknya yang tak kuat saat diimplementasikan. Zaenal mencontohkan, Undang-Undang tentang Informasi Geospasial yang sebenarnya penting, tapi tidak kuat dipelaksanaannya.

“Legislasi penting untuk diperbaiki… supaya menghindari tukar guling di tengah jalan,” tegasnya.

Ditambahkan mantan Direktur Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi FH UGM ini, kendali perundang-undangan semestinya berhenti di Peraturan Presiden (Perpres), bukan di Peraturan Menteri (Permen), karena gejalanya menteri merampas perundang-undangan itu.

“Perpres itu memudahkan untuk menguatjan kontrol Presiden terhadap Undang-undang yang selama ini lemah,” jelasnya.

Lebih lanjut Zaenal juga mengusulkan perlunya Badan Kelembagaan tunggal, seperti Badan Legislasi khusus yang menempel pada Presiden. Termasuk, Perda yang juga harus disesuaikan dengan sistem ekonomi.

“Itu akan mudah rentang kendali ke bawah,” ucapnya. (Rep-02)

Pos terkait