Omnibus Law Cilaka Ciptakan Ketidakadilan Ekonomi

Diskusi tentang Omnibus Law, Undang-undang Ngaco atau Kacau? di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Jumat (31/1/2020) malam. (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Pemerintah sedang mempersiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) yang mendapat sorotan publik.Terutama dari kalangan buruh.

Bacaan Lainnya

Sosiolog UGM, Abe Widyanta berpendapat bahwa RUU tersebut justru berpotensi menciptakan ketidakadilan ekonomi. Pasalnya, Omnibus Law Cilaka ini cenderung berpihak para investor, termasuk asing sehingga melanggengkan ketidakadilan ekonomi.

“Kata cilaka ini nampaknya juga akan terjadi dalam arti yang sesungguhnya. Jadi bukan cipta lapangan kerja yang terwujud, tapi memang celaka atau petaka,” kata Abe dalam Diskusi tentang Omnibus Law, Undang-undang Ngaco atau Kacau? di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Jumat (31/1/2020) malam.

Menurut Abe, Omnibus Law ini memakan banyak undang-undang.yang dengan kata lain itu bisa menjadi sesuatu yang akan mematahkan historisitas banyak UU yang muncul sebelumnya.

Omnibus Law adalah undang-undang yang dihadirkan secara paksa bahkan harus mengesampingkan dan juga meminggirkan tentang rasionalitas dan keadilan nation states (warga bangsa),” anggapnya.

Saat pasar diposisikan tertinggi, imbuh Abe, maka semua harus dikalkulasi dengan ekonomi yang tinggi sehingga pasti ada yang dikorbankan. Salah satunya, kerusakan ekologis.

(Dok. Kabarkota.com)

Luthfi Mubarok dari LBH Yogyakarta berpandangan bahwa dalam konteks lingkungan, sebenarnya, Omnibus Law ini akan sama saja dengan UU lainnya yang telah ada.

“Cara berfikir investasi tapi UU yang diambil soal lingkungan,” sesalnya.

Senada dengan Abe, RUU Omnibus Law Cilaka ini semacam karpet merah investasi.

Padahal, Sukiratnasari dari Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY) menganggap, investasi akan selalu bertentangan dengan lingkungan, namun justru akan disatukan dengan Omnibus law

“Dengan adanya Omnibus Law tidak akan membawa perubahan yang lebih baik,” tegas komisioner Lembaga Ombudsman DIY ini.

Bahkan, menurutnya, dalam sistem perburuhan, perempuan pekerja, anak-anak, dan para penyandang disabilitas menjadi kelompok yang rentan tersisihkan dengan adanya Omnibus Law Cilaka.

Di samping juga dapat merusak kearifan lokal, sekaligus mendegradasi hukum yang komunal.

“Saat ini sedang ada pemecahan sistem-sistem komunal,” sebutnya. (Rep-01)

Pos terkait