Ilustrasi (dok. setkab)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Niat pemerintah untuk menyederhanakan aturan yang menghambat investasi kian digencarkan, melalui usulan Rencana Undang-Undang (RUU) Omnibus Law atau atau undang-undang yang merevisi ataupun mencabut banyak undang-undang sekaligus, ke DPR RI.
Ada dua RUU Omnibus Law yang diusulkan, salah satunya RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang pada 5 Desember 2019 lalu telah dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Super Prioritas Tahun 2020.
Bahkan, sebagaimana dilansir dari laman setkab, Kamis (26/12/2019), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah siap menyampaikan laporan hasil pembahasan Omnibus Law kepada Presiden RI, termasuk Naskah Akademik dan draft RUU Omnibus Law, untuk kemudian diserahkan ke DPR RI.
Pemerintah berdalih, RUU tersebut dirancang untuk memperkuat perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi dan daya saing Indonesia, khususnya dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global.
Setidaknya pemerintah menyebut, ada tiga manfaat dari penerapan Omnibus Law ini nantinya. Pertama, menghilangkan tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan. Kedua, efisiensi proses perubahan/pencabutan peraturan perundang-undangan. Ketiga, menghilangkan ego sektoral yang terkandung dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Sedangkan substansi Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja telah dibahas secara intensif dengan 31 Kementerian/Lembaga terkait, dan mencakup 11 klaster. Diantaranya: penyederhanaan perizinan; persyaratan investasi; ketenagakerjaan; kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM; kemudahan Berusaha; dukungan riset dan inovasi; administrasi pemerintahan; pengenaan sanksi; pengadaan lahan; investasi dan proyek pemerintah; serta Kawasan Ekonomi.
Berdasarkan hasil pembahasan, sekitar 79 UU, dan 1.229 pasal akan terdampak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Angka ini masih mungkin berubah, menyesuaikan dengan hasil pembahasan bersama Kementerian dan Instansi terkait. Sebab, satu UU bisa masuk dalam beberapa klaster sehingga jumlah UU bukan penjumlahan total dari seluruh klaster (apabila 1 UU terkait dengan 3 klaster, maka dihitung 1 UU).
LBH Yogyakarta: Jika Omnibus Law Berlaku, Hak Warga semakin Terpinggirkan
Menanggapi usulan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli beranggapan, jika UU tersebut nantinya diberlakukan, maka hak-hak warga masyarakat, termasuk buruh akan semakin terpinggirkan. Mengingat, semangat pemerintah lebih berpihak kepada korporasi dibandingkan dengan kepentingan masyarakat
“Omnibus Law ini sebenarnya menunjukkan karakter Negara yang pro pada kepentingan-kepentingan pasar. Itu kan menjawab visinya Jokowi tentang investasi yang dibuka selebar-lebarnya,” kata Yogi kepada kabarkota.com, di kantor LBH Yogyakarta, Kamis (26/12/2019).
Yogi khawatir, korporasi akan menjadi semena-mena kepada buruh, karena para pengusaha merasa di atas angin dengan adanya perlindungan dari pemerintah.
Berbeda dengan klaim pemerintah, Yogi berpandangan bahwa rencana penyederhaan aturan yang sudah ada justru merupakan bentuk pemborosan anggaran Negara. Mengingat, setiap regulasi yang telah diterbitkan menghabiskan anggaran tak sedikit. Di samping itu, Omnibus Law malah akan memunculkan ketidakpastian hukum, karena aturannya menjadi bias.
Oleh karenanya, sebelum RUU tersebut dibahas, maka Yogi menganggap, publik perlu membangun gerakan bersama, baik berupa aksi demonstasi di jalan, maupun membangun ruang-ruang diskusi atau narasi-narasi publik, melalui berbagai macam media.
“Yang paling penting adalah konsolidasi masyarakat sipil itu perlu dibangun, karena yang dihadapi adalah Negara yang sangat besar sehingga tidak bisa kalau gerakannya terfragmentasi atau terkotak-kotak,” tegasnya. (Rep-02)