Operasi Pasar Atasi Kelangkaan Gas Elpiji 3 Kg, Efektifkah?

Antrean warga yang ingin membeli gas elpiji ukuran 3 kg, saat operasi pasar digelar di kantor kecamatan Godean, Sleman, Senin (17/10/2016). (Sutriyati/kabarkota.com)

SLEMAN (kabarkota.com) – Sudah dua hari dapur Rinta, warga dusun Senuko, desa Sidoagung, kecamatan Godean, kabupaten Sleman, DIY, tidak mengepul karena sulitnya mendapatkan gas elpiji ukuran 3 kg yang sehari-hari ia gunakan untuk memasak.

Bacaan Lainnya

“Dua hari ini, saya cuma beli sayur matang,” keluhnya saat ditemui kabarkota.com, saat mengantre gas elpiji 3 kg di kantor kecamatan Godean, Senin (17/10/2016).

Sementara Agustinus, warga dusun Pirak Bulus, desa Sidomulyo, kecamatan Godean, kabupaten Sleman, DIY, terpaksa harus beradu mulut dengan pengantre gas melon lainnya saat mengikuti operasi pasar gas elpiji 3 kg, lantaran dua tabung yang dibawanya tiba-tiba raib saat mengantre.

Rinta dan Agustinus hanyalah dua dari sekian banyak warga masyarakat yang merasakan dampak langsung, akibat kelangkaan gas elpiji 3 kg yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir ini.

Wakil ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) DIY, Yos Widihapsoro mengaku, kelangkaan gas elpiji ini terjadi karena beberapa faktor. Selain kurangnya antisipasi terkait lonjakan permintaan pasar, karena banyak warga yang menggelar hajatan, serta Idul Adha, juga karena faktor musim penghujan yang tiba-tiba.

“Kami perkirakan lonjakannya mencapai 4-6 persen dari alokasi semula di Sleman yang banyaknya 35 ribu tabung per hari,” klaim Yos kepada wartawan. 

Selain itu, pihaknya juga menambahkan, ada sebagian pelaku usaha kuliner kelas menengah di wilayah Sleman yang juga ikut menggunakan gas ukuran melon ini. Padahal, seharusnya mereka tidak menggunakan gas bersubsidi.

“Kami sudah memberikan pengertian kepada mereka agar segera berpindah ke gas ukuran 5,5 kg,” ujarnya.

Terkait dengan operasi pasar yang digelar, Yos menyebutkan, masing-masing kecamatan mendapatkan jatah 560 tabung gas yang dijual dengan harga Rp 15.500 per tabung, dan rencananya digelar hingga akhir bulan Oktober 2016 di sejumlah tempat secara berpindah-pindah.

Dari pantauan kabarkota.com di kantor Kecamatan Godean, warga yang hendak membeli gas harus membawa fotocopy KTP, dan per orang hanya mendapatkan jatah maksimal dua tabung.

“Semoga ini bisa meredam. Minimal untuk masyarakat yang kesulitan mencari. Bisa tertutup dulu. Jika memang terlihat efektif, kami akan berkoordinasi dengan Pertamina meminta ini untuk dilanjutkan,” harap Yos.

Sementara, Staf Ahli Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) UGM, Fahmy Radhi berpendapat bahwa operasi pasar bukan solusi yang efektif untuk mengatasi kelangkaan gas.

“Kalau pun bisa, hanya solusi jangka pendek, kelangkaan pasti akan terulang kembali selama akar masalah tidak diatasi,” kata Fahmy saat dihubungi kabarkota.com.

Menurutnya, akar masalah kelangkaan gas ini adalah adanya disparitas harga antara gas 3 kg yang disubsidi dengan gas ukuran 12 kg yang tidak disubsidi. “Tidak bisa dihindari konsumen akan memburu 3 kg dengan harga subsidi menyebabkan lonjakan permitaan 3 kg sehingga menjadi langka,” anggapnya.

Karena itu solusinya, lanjut Fahmy, tidak menjual gas elpiji 3 kg  itu melalui jalur distribusi di pasar, melainkan langsung menjualnya kepada konsumen miskin, dengan harga subsidi dalam program GasKin.

Hanya saja, menurutnya, dalam Program tersebut dibutuhkan akurasi data orang miskin, yang berhak mendapatkan GasKin, sehingga subsidi gas tepat sasaran.

Kalau tidak ada perubahan distribusi, Fahmy memprediksi, tidak hanya subsidi yang salah sasaran, tetapi juga kelangkaan 3 kg akan berulang secara berkala. (Rep-03/Ed-03)

Pos terkait