Ilustrasi (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Sejak pemberlakuan bagasi berbayar, dan tarif harga tiket pesawat rute domestik yang relatif tinggi, para pelaku bisnis pariwisata di DIY turut terkena dampaknya.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Istidjab M Danunegoro mengaku, tingkat hunian hotel, terutama dari segmen corporate dan mice yang menggunakan pesawat mengalami penurunan, sejak pemberlakuan kebijakan tersebut.
“Penurunannya sekitar 10 – 15%, sejak diberlakukannya ketentuan bagasi berbayar,” ungkap Istijab, saat dihubungi kabarkota.com, baru-baru ini.
Hal senada juga dirasakan oleh salah seorang pelaku bisnis biro perjalanan wisata di Yogyakarta, Ratih yang menyebut, calon penumpang yang semula berencana melakukan perjalanan mengggunakan perawat, kini banyak yang beralih ke moda kereta api, tetutama bagi yang rutenya memungkinkan. Sementara sebagian lainnya memilih menggunakan bus.
Selain itu, banyak juga dari mereka yang meninjau ulang rencana wisatanya. Bahkan, sebagian besar beralih ke tujuan luar negeri.
“Yang jelas lebih dari 50%. Seharusnya sudah mulai banyak pesanan grup untuk bulan Maret. Sekarang kalaupun ada, masih untuk instansi pemerintah yang jalan,” ucapnya.
Ditambahkan Ratih, sejak pemberlakukan tarif tiket yang lebih mahal untuk penerbangan dalam negeri, dan bagasi berbayaf, ada grup yang tetap jalan, namun menghindari maskapai penerbangan tertentu. Padahal, ada 250 orang dari berbagai rute asal.
Menurutnya, itu memunculkan potensi kerugian, karena kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan menjadi hilang atau tertunda, dengan batalnya grup wisata tersebut.
Untuk itu Ratih berharap, agar pemerintah bisa duduk bersama dengan industri untuk mencari solusi bersama, karena harga tiket dan bagasi mempunyai dampak yang multi sektor bagi industri pariwisata, UMKM, dan ekspedisi. (Rep-01)