Seminar Nasional Melawan Gerakan dan Ideologi ISIS di Indonesia, di Yogyakarta, Kamis (31/3/2016).(sutriyati/kabarkota.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Pemberantasan terorisme di Indonesia terbilang yang terbaik dibandingkan di Negara Aljazair dan Arab Saudi. Meskipun, dari sisi pendanaan jauh lebih sedikit dibanding dua negara tersebut.
Hal tersebut diungkapkan Pengamat terorisme UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Noorhaidi Hasan dalam Seminar Nasional Melawan Gerakan dan Ideologi ISIS di Indonesia, di Yogyakarta, Kamis (31/3/2016).
Menurutnya, minimnya dana yang digelontorkan pemerintah selama ini justru membuka ruang bagi publik untuk turut berpartisipasi aktif dalam upaya pemberantasan kejahatan kemanusiaan tersebut. Hal itu berbeda dengan yang dilakukan pemerintah Aljazair dan Arab Saudi yang lebih banyak menggelontorkan dana, namun karena tidak ada demokrasi di sana sehingga tidak ada partisipasi publik.
“Indonesia strategi kontra terorismenya memang tidak bagus tapi hebat, karena memberi ruang bagi masyarakat sipil untuk mengambil bagian dalam menanggulangi terorisme dan radikalisme. Dan juga memberi ruang bagi bekerjanya mekanisme kultural,” jelas Nurbaidi kepada kabarkota.com usai seminar.
Sementara, Shafiq Hasim, Direktur Inetrnational Center for Islam dan Pluralism (ICIP) Jakarta mengungkapkan bahwa terorisme yang terjadi di wilayah Timur Tengah itu tak lepas dari pengaruh ekonomi, politik, dan kultural di wilayah tersebut. “Umat Islam merasa terpinggir atau termarginalisasi dan sebagainya sehingga mereka melakukan perlawanan,” anggap Syafiq.
Namun begitu, terkait dengan gerakan ISIS, menurutnya, penelitian yang ada selama ini sifatnya spekulatif karena sejauh ini tidak ada satu periset pun yang mendapatkan sumber langsung dari para pelakunya, melainkan dari memori lama tentang analisis terorisme yang terjadi sebelumnya serta referensi dari media. Padahal media memiliki kepentingan masing-masing.
Peneliti dari CRCS UGM, Iqbal Ahnaf menambahkan, pada dasarnya, kekerasan terjadi bukan karena kesalahan tafsir teks keagamaan, melainkan tafsir atas realitas.
“Terorisme itu asalnya dari ideologi sekuler (zionisme),” sebutnya. (Rep-03/Ed-03)