Ilustrasi (voaindonesia.com)
JAKARTA (kabarkota.com) – Tenggat waktu pembayaran uang tebusan yang dituntut oleh penculik yang diduga kelompok Abu Sayyef di Filipina kian dekat. Namun, hingga kini nasib 10 Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban penculikan tersebut masih belum jelas.
Salah seorang keluarga korban penculikan asal Padang, Aidil mengaku ‘sangat cemas’ terhadap keselamatan anaknya menjelang tenggat batas waktu pembayaran uang tebusan.
“Perasaan sebagai orang tua, sangat cemas atas keselamatannya, sebab keselamatan nyawa tidak bisa digantikan apapun,” kata Aidil, ayah dari Wendi Rakhadian, kru kapal Anand 12,seperti dikutip BBC Indonesia, Kamis (7/4/2016).
Pihaknya mengharapkan pemerintah Indonesia dan pengusaha pemilik kapal bisa membebaskan semua sandera dengan cara apa saja, termasuk dengan ‘membayar uang tebusan’.
Mereka diculik pada 26 Maret lalu di perairan Tambulian, di lepas pantai Pulau Tapul, Kepulauan Sulu, Filipina, dan sejauh ini belum ada pihak yang mengaku sebagai pelakunya. Namun sejumlah laporan menyebutkan para penculik meminta uang tebusan sebesar 50 juta peso atau sekitar Rp15 miliar, dengan batas waktu Jumat (8/4/2016) besok.
Hal senada juga disampaikan peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sekaligus pengamat Filpina, Adriana Elisabeth menyarankan, agar opsi tebusan uang lebih diutamakan.
“Kita tidak boleh main-main dengan ancaman ya, karena ada kejadian sandera itu dibunuh. Jadi, cara yang paling cepat membayar uang yang diminta sebagai tebusan,” ucapnya.
Sementara, pemerintah Indonesia melalui KBRI di Manila, Filipina, mengatakan, proses negosiasi untuk menyelamatkan para awak kapal yang disandera “terus berjalan”.
“Proses terus berjalan, pemerintah terus mengupayakan berbagai opsi untuk penyelamatan 10 WNI yang disandera, karena prioritas utama adalah keselamatan mereka,” kata Basriana Basrul, sekretaris pertama KBRI di Manila, Filipina.
Terpisah, Kapolri, Badrodin Haiti juga menambahkan, negosiasi – yang melibatkan pula perusahaan dua kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 – dengan pihak penculik terus dilakukan.
“Perusahaan juga berkomunikasi dengan mereka (kelompok penculik),” kata Badrodin Haiti di Jakarta.
Walaupun lebih mengutamakan opsi dialog, pemerintah Indonesia telah menyiapkan pasukan reaksi cepat di Tarakan, Kalimantan Utara. Presiden Jokowi mengatakan berbagai opsi telah disiapkan untuk menyelamatkan sandera.
Hanya saja, pemerintah Filipina telah menolak kemungkinan keterlibatan militer Indonesia dan meminta mempercayakan kepada aparatnya untuk menyelesaikannya.
Kelompok Abu Sayyaf, yang diketahui seringkali melakukan penculikan, pemenggalan, pengeboman dan pemerasan, diduga berada di balik penyanderaan warga Indonesia di Filipina selatan.
Abu Sayyaf merupakan jaringan al-Qaeda di Asia Tenggara ini adalah kelompok paling militan di negara mayoritas Kristen Filipina. (Rep-03/Ed-03)