Pemerintah Didesak Larang Penjualan Rokok Eceran

Jumpa pers tentang Urgensi Kenaikan Harga Rokok dan Cukai Rokok, di UMY, Selasa (21/8/2018 (sutriyati/kabarkota.com)

BANTUL (kabarkota.com) – Pemerintah didesak untuk melarang penjualan rokok secara eceran. Desakan tersebut disampaikan tiga organisasi di internal Muhammadiyah, yakni Muhammadiyah Tobacco Control Center Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (MTCC UMY), Muhammadiyah Economic Team (MET), dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).

Bacaan Lainnya

Diah Setyawati Dewanti dari MET mengatakan, desakan pelarangan tersebut ditujukan untuk menurunkan jumlah perokok muda, dan menghapus “jalan tol” antara produksi dan konsumsi rokok. Mengingat, di Indonesia, jumlah perokok pemula usia 15-19 tahun terus meningkat, khususnya dari tahun 2001 – 2016.

Di tahun 2001, jumlah perokok pemula 12.7%, kemudian naik menjadi 23.1% di tahun 2016. Dari jumlah tersebut, 54.8% adalah anak laki-laki. Tak hanya itu, Indonesia juga dijuluki Baby Smoker Country karena adanya fenomena bayi perokok berinisial RAP berumur 2.5 tahun dari Sukabumi (2018) dan bayi AR berusia 2 tahun dari Banyuasin (2010).

“Cukai rokok Indonesia di tahun 2013 adalah Rp 108.4 Triliun. Namun, total biaya karena dampak hilangnya produktivitas akibat rokok diperkirakan mencapai Rp 235.4 Triliun,” tegas Diah, dalam jumpa pers tentang Urgensi Kenaikan Harga Rokok dan Cukai Rokok, di UMY, Selasa (21/8/2018).

Di samping pelarangan penjualan rokok eceran, pihaknya meminta, agar pemerintah juga menaikkan harga rokok dengan menaikkan cukai rokok, penegakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) termasuk Kawasan Rumah Bebas Asap Rokok dan Kawasan Bebas Asap Rokok di dalam Gedung.

Iklan, promosi, dan sponsor rokok berupa baliho, spanduk maupun media lainnya juga harus dilarang total. Termasuk, perlunya menutup tampilan area produk rokok di setiap warung, toko atau supermarket, sehingga anak-anak tidak terpapar dengan produk rokok.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) IPM, Velandani Prakoso membeberkan, berdasarkan penelitian IPM, pengaruh iklan rokok terhadap pelajar dan remaja sangat signifikan dalam meningkatkan konsumsi rokok di kalangan generasi muda.

“Sebagai warga negara yang baik, kita wajib aktif berperan dalam menjaga generasi muda negara ini agar tidak terkena dampak rokok, dan merdeka dari jeratan rokok, untuk menghasilkan bangsa yang cemerlang,” ucapnya.

Sementara April Imam Prabowo dari MTCC UMY menambahkan, hasil riset MTCC yang dilakukan pada anak-anak SMP dan SLTA di empat kabupaten dan satu kota di DIY, dengan responden 175 perokok dan 175 bukan perokok disimpulkan bahwa siswa perokok mengalami penurunan konsentrasi belajar 2.3 kali dibandingkan siswa tanpa rokok, saat menghadapi ujian kenaikan kelas.

“Kami meyakini, akses yang begitu mudah terhadap rokok menjadi ancaman serius bagi upaya kesehatan publik di Indonesia, terutama anak-anak yang menjadi generasi emas masa depan bangsa,” ujarnya. (sutriyati)

Pos terkait