Mahasiswa Sulteng di Yogyakarta (sutriyati/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Para mahasiswa asal Sulawesi Tengah (Sulteng) di Yogyakarta mendesak pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) – Jusuf Kalla (JK) agar segera memperjelas status kebencanaan di Sulteng.
Desakan disampaikan Koordinator Lapangan (Korlap) Posko Peduli Sulteng Yogyakarta, Janeska Mahardika, di asrama mahasiswa Sulteng Yogyakarta, Senin (1/10/2018) malam.
Menurutnya, kejelasan status bencana di Sulteng itu penting. Mengingat, saat ini situasi di sana tidak stabil, banyak warga yang masih terisolir dan belum mendapatkan akses bantuan logistik maupun relawan sama sekali. Salah satunya di Kabupaten Sigi yang ternyata juga terdampak gempa cukup parah. Sementara, selama ini, konsentrasi penanganan bencana lebih difokuskan ke Palu dan Donggala.
“Kami mendesak Presiden Jokowi untuk segera menetapkam status bencana. Tujuannya untuk memperlancar, mempercepat, dan memberi akses luas bagi lembaga kemanusiaan untuk bekerja di Sulawesi Tengah,” tegas Janeska kepada wartawan.
Selain itu, pihaknya juga meminta agar presiden menginstruksikan panglima TNI untuk melakukan mengawalan dan pengamanan dalam pendistribusian logistik dan relawan khususnya di wilayah-wilayah yang masih terisolir hingga H+4 pasca bencana gempa bumi dan tsunami di Sulteng.
Bantuan Dana dan Logistik di Posko Peduli Sulteng Yogya Menumpuk
Sementara, ketua posko Peduli Sulteng Yogyakarta, Hendrawan mengungkapkan, berbagai bantuan, baik sumbangan dana maupun logistik yang diberikan mahasiswa dan masyarakat Yogyakarta hingga kini belum terdistribusikan, karena kendala masih sulitnya transportasi dan akses masuk ke beberapa wilayah di sana.
“Bantuan yang sudah menumpuk berupa dana cash sekitar Rp 133 juta, dan berbagai logistik yang hampir memenuhi kamar kami,” sebut Hendrawan.
Menurutnya, jumlah mahasiswa asal Sulteng di Yogyakarta ada sekitar 3 ribu orang. Sebagian dari mereka kini juga menghadapi masalah, karena kehabisan biaya hidup, sementara keluarga mereka tengah tertimpa musibah. Untuk itu, pihaknya mengupayakan agar para mahasiswa bisa ditampung di asrama tersebut, dengan membuat dapur umum.
Data sementara, lanjutnya, ada sekitar 500 mahasiswa yang mengalami permasalahan tersebut dan sebagian telah ditampung di asrama Sulteng di Yogyakarta.
Pemda DIY Berikan Dukungan untuk Mahasiswa Sulteng di Yogya
Menanggapi permasalahan tersebut, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY melalui ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto berkomitmen untuk memberikan dukungan penuh bagi para mahasiswa Sulteng di Yogyakarta. Termasuk dalam hal penganggaran, yang mekanismenya diserahkan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY.
“Kami juga akan memberikan pendampingan bagi pelajar Sulteng di DIY,” ucap Eko.
Disinggung terkait desakan penetapan status bencana di Sulteng, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DIY berpendapat bahwa yang terpenting sekarang adalah penanganan pasca bencana yang juga tengah dilakukan oleh pemerintah bersama berbagai pihak.
“Jadi perdebatan politis tentang status bencana nasional atau tidak itu sebaiknya disudahi,” pintanya.
Seberapa Pentingkah Penerapan Status Bencana di suatu Wilayah? Dok. Bnpb
Jika di satu pihak menginginkan kepastian penetapan status bencana, sedangkan sebagian lainnya menganggap yang terpenting adalah penanganan pasca bencana. Lalu pertanyaannya, seberapa pentingkah penetapan status bencana di suatu wilayah?
Koordinator Tanggap Darurat Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Indrayanto berpandangan bahwa penetapan status bencana menjadi penting, karena akan berkaitan dengan penetapan seberapa besar penanganan darurat bencana yang harus dilakukan.
“Konsekuensinya, pemerintah harus mengerahkan besaran sumberdaya yang akan ditempatkan dalam penanganan tiap sektor, dan tentunya juga level tanggungjawab yang harus dilakukan,” jelas Indra kepada kabarkota.com.
Sementara Direktur Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno menganggap, jika penanganan bencana tidak melibatkan negara lain, maka pegelolaannya lebih mudah. “Kalau ada bantuan dan tenaga dari luar negeri, maka akan berlaku aturan internasional pada setiap hal,” ungkap Eko.
Kaitannya dengan rencana pemerintah menerima tawaran bantuan kemanusiaan untuk Sulteng dari sejumlah negara, Eko menambahkan, sebenarnya tak mudah membuka ruang peran internasional. Ia mencontohkan, Indonesia yang pernah kesulitan untuk memberikan bantuan kemanusiaan di Jepang. Sebab, Negara tersebut hanya menerima relawan yang diperlukan, termasuk dari negara lain.
“Jadi memang sebaiknya tidak diobral. Tapi juga jangan sampai tidak sama sekali. Ambil kesempatan yang memang kita tidak bisa (menanganinya),” ucapnya. (sutriyati)