Warga Jakarta dan Yogyakarta, tentulah paling banyak diuntungkan dengan banyaknya perhatian media dan jurnalis pada pemdanya. Juga perhatian medsos, yang sering berlebih.
Hasilnya, kontrol atas pemerintah terjadi, dan meskipun korupsi tetap saja terjadi, tapi tidak telanjang bulat, atau pelaku harus punya cara yang lebih canggih (ini cilakak jugak sih…)
Tapi paling tidak dengan nyinyirnya koran dan wartawannya, pembangunan yang dilakukan ada pengawasannya. dst.
Apakah nyinyirnya warga media dan jurnalisnya itu, ada dampaknya? Ya ada lah… pemimpin daerah tentu ada pendukungnya. Dan diantara pendukung itu ada yang diehard. Di Yogya, mendiang George J. Aditjondro dulu, sering mengkritik Sultan, dan mendiang akhirnya punya masalah dengan para diehard. Sampai kemudian George harus pindah dari Yogya.
Di Jakarta, Anies Baswedan tentu punya diehard. Pun Ahok, Jokowi, SBY, Prabowo dll pemimpin kita, punya diehard masing-masing. Stamina para pemimpin untuk menjaga kesabaran masing-masing, dan menjaga umat atau pendukungnya masing-masing kadang (sangat?) ikut menentukan tinggi rendahnya intensitas konflik sosial di masyarakat.
Sy ingin memberi contoh kongkrit. Kebetulan para pelaku sudah pada wafat, dan semoga semua yang wafat itu masuk surga. Jaman akhir pak Harto dulu (sekitar awal 1990an), Gus Dur sering mewacanakan pembaruan Islam, diantaranya dengan mendesaklarisasi kebiasaan. Maksudnya baik. Misal, ketika sebagian orang Islam ingin mewajibkan ucapan “Assalamu’mualaikum,” untuk semua orang, Gus Dur dengan enteng bilang, “Assalamu’alaikum itu, ya sama lah dengan selamat pagi,”
Maksud Gus Dur jelas. Agar warga non muslim tetap nyaman dengan muslim. Jadi Islam itu, jangan gitu-gitu amal lah. Atau istilah populernya Islam (dengan I besar) dan islam (dengan i kecil) harus rahmatan lil alamin.
Tapi namanya juga komunikasi massa ada kelemahannya, Apa yang disampaikan oleh Gus Dur itu, ditangkap sebagian massa Islam, tentu yang bukan jamaahnya Gus Dur, dengan emosi. Diantaranya seorang tokoh preman Jogja, yang lolos operasi petrus (OPK) jaman pak Harto, hanya gara-gara diberi perlindungan pak AR (Kiai AR Fachruddin, Ketua PP Muhammadiyah jaman akhir pak Harto). Kemana-mana pak AR pergi preman ini ikut pak AR, dan tinggal di rumah pak AR. Jadi petugas yang mau ngedor, ga ada kesempatan, sampai pak Harto menganggap cukup OPK dan si tokoh preman selamat.
Saya mendapat cerita dari kakak saya almarhum, mas preman ini, sempat meminta ijin pak AR untuk menghabisi Gus Dur karena telah mempermalukan Islam. Pak AR dengan tegas bilang, “Mboten (Tidak)”,”
Ketika si preman minta ijin lagi untuk mbunuh Gus Dur, pak AR bilang dengan nada rada marah, “Mboten,”
Gagal minta ijin pak AR, si jagoan ini lantas datang ke mas FAuzi AR (putra pak AR yang pernah memimpin P3 Yogya). Pada mas Fauzi, mas jagoan ini minta ijin dan minta sangu untuk sembunyi sesudah keingnannya selesai. Mas Fauzi bilang, “Mboten,”, “Jangan”. Dan peristiwa yang jika terjadi itu, pasti sesuatu yang mengerikan, bisa dihindari.
Gus Dur, pak AR, kakak saya yang dokter tentara, mas Fauzi, juga mas preman itu, juga pak Harto, semua sudah dipanggil oleh Allah SWT Semoga mereka lapang kuburnya, al fatehah. aamiin.
Tapi pelajaran yang ingin saya sampaikan ke para sahabat, adalah, stamina pemimpin kita memang harus kita jaga. Para pemimpin itu juga kalau capek kena kritik, ya cari hiburan lah dengan cara yang benar. Bisa dengan rekreasi, bisa dengan memelihara hobby, juga bisa dengan cara agama, misalnya memelihara dzikir. Sehingga tidak sedikit-sedikit marah di hadapan publik.
Temen-temennya pemimpin itu, mestinya juga ikut menjaga agar, para pemimpin tidak mudah marah karena kritik. Toh hasil kritik di negara demokrasi itu, lebih banyak baiknya dibanding buruknya.
Dan silaturahmi antar pemimpin menjadi penting, meskipun dilakukan dengan basa basi sekali pun. Karena itu tadi basis masa rakyat pendukung di masing-masing kelompok itu, ada yang jenis itu tadi, preman jagoan dan sejenisnya yang menganggap pemimpinnya masing-masing itu memang semacam wakil Tuhan yang harus dilindungi.
Semoga berguna. Met hari Jumat. Semoga pernuh berkah buat kita semua.
Al fatehah. Aamiin
Mochammad Faried Cahyono
Yogyakarta, 10 Desember 2021
credit image:
muhammadiya garus lucu