Penahanan Ijazah, Sisi Gelap Dunia Pendidikan di Kota Pelajar

Ilustrasi (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Yogyakarta merupakan kota Pelajar dan Kota Pendidikan. Setiap tahun, ratusan ribu orang masuk ke Yogyakarta demi bisa menempuh pendidikan di sini. Selain karena banyaknya pusat pendidikan, Yogyakarta juga dikenal sebagai salah satu kota dengan biaya hidup yang lebih rendah dibandingkan kota-kota lainnya.

Namun di balik citranya sebagai Kota Pendidikan dan Kota Pelajar itu, ada sisi gelap dunia pendidikan di Yogyakarta yang hingga kini belum terselesaikan dengan baik, meskipun hampir setiap tahun kasusnya berulang.

Sisi gelap itu adalah kasus penahanan ijazah siswa khususnya di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan sederajat yang dilakukan oleh pihak sekolah, lantaran ada tunggakan biaya pendidikan hingga akhir masa pendidikan siswa yang bersangkutan.

Katy, salah satu wali murid di Kota Yogyakarta mengaku, hingga kini dirinya belum bisa mengambil ijazah anaknya yang telah lulus dari salah satu SMK swasta, karena ada tunggakan biaya pendidikan sekitar Rp 1.7 juta.

“Karena cari uang lagi susah, jadi tunggakan itu belum terbayar,” ungkap Katy kepada kabarkota.com, pada 11 Oktober 2024.

Ibu tiga anak ini mengungkapkan, penghasilannya sebagai Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kawasan Malioboro yang dulunya bisa untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, kini menurun drastis, semenjak dipindahkan ke Teras Malioboro 2.

“Dulu ketika berjualan di selasar Malioboro ramai, tidak terasa beratnya. Tapi sekarang, cari untuk makan saja susah, apalagi untuk membayar biaya sekolah,” keluh Katy.

Terlebih, kata dia, keluarganya tidak termasuk pemegang Kartu Menuju Sejahtera (KMS) yang bisa untuk mendapatkan jaminan perlindungan sosial, termasuk keringanan biaya pendidikan untuk anak-anak sekolah di Kota Yogyakarta.

Akibat penahanan ijazah itu, Katy mengatakan, anaknya kini kesulitan untuk mencari pekerjaan.

Ia berusaha untuk mengajukan permohonan keringananan biaya pendidikan ke Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta karena mendapatkan informasi dari pihak sekolah bahwa siswa di sekolah swasta yang tidak memiliki KMS bisa mengajukan permohonan keringanan biaya.

Hanya saja, Katy belum bisa memastikan waktu pengambilan ijazah anaknya, sebab sekarang masih dalam proses pengajuan oleh pihak sekolah.

“Saya sudah ke sekolahan dan semua berkas saya kumpulkan di sana karena pihak sekolah mau membantu mengurus pengajuan permohonan itu,” sambungnya.

AMPPY: 260-an Ijazah Siswa Masih Tertahan di Sekolah

Problem serupa ternyata tak hanya dialami Katy. Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) menyebut, sedikitnya masih ada 260 ijazah siswa di SMA/SMK dan sederajat di DIY yang masih ditahan pihak sekolah, termasuk di Kota Yogyakarta.

Anggota AMPPY, Aris menyatakan, data tersebut diperoleh dari aduan para siswa dan orang tua siswa yang dilaporkan ke AMPPY sepanjang tahun 2024 ini. Kebanyakan tunggakan biaya terjadi di sekolah-sekolah swasta di Sleman, Bantul, Kota Yogyakarta, dan Kulon Progo.

“Ada yang sejak 2011 hingga sekarang ijazahnya belum diambil,” ucap Ketua Lembaga Peduli Pendidikan Gassa ini di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, pada 10 Oktober 2024.

Aris membeberkan, besaran tunggakan antara Rp 1 juta – Rp 22 juta per siswa.

Untuk mekanisme penyelesaian tunggakan di sekolah swasta, jelas Aris, melalui Jaminan Keberlangsungan Pendidikan (JKP) yang merupakan program dari Pemda DIY, dengan pembiayaan dari Dana Keistimewaan (Danais).

“Bulan Mei 2024 lalu, ada sekitar 400 ijazah yang sudah bisa diambil dari sekolah-sekolah swasta. Sedangkan untuk bulan November mendatang, mungkin JKP akan keluar lagi, tetapi kami belum mengetahui jumlahnya. Pengajuannya sudah kami sampaikan awal tahun 2024,” paparnya.

Lebih lanjut Aris berharap, Pemda DIY menambah anggaran JKP supaya lebih banyak siswa yang bisa mengambil ijazahnya.

“Meskipun sebenarnya kami tidak sepakat dengan itu karena sama halnya dengan melegalkan sekolah menahan ijazah,” sesalnya.

Aris menjelaskan, selama ini, Pagu Anggaran JKP maksimal sebesar Rp 4 juta per siswa. Tapi, jika masih ada kekurangan pembayaran dari total tunggakan, maka pihak sekolah harus tetap menyerahkan ijazah kepada siswa penerima JKP.

Konferensi Pers AMPPY di kantor LBH Yogyakarta, pada 10 Oktober 2024. (dok. istimewa)

Ketua LSM Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi), Yuliani Putri Sunardi berpendapat bahwa ketika ijazah siswa SMA/SMK dan sederajat ditahan oleh pihak sekolah, maka justru menambah angka kemiskinan.

Pihaknya mencontohkan, ada anak yang ijazahnya ditahan sejak tahun 2001 dan tidak diambil hingga dia menikah dan memiliki dua anak. Ujung-ujungnya, dia kesulitan mengangkat taraf hidupnya karena tidak bisa mencari kerja, tanpa ijazah tersebut. Itu artinya pihak yang menjadi korban atas penahanan ijazah tidak hanya siswa yang bersangkutan tetapi juga anak-anaknya.

Bahkan, kata Yuli, ada siswa yang tidak hanya ijazahnya, tetapi akte kelahirannya juga ditahan pihak sekolah. Padahal, akte kelahiran merupakan identitas mereka.

Surat Terbuka untuk Gubernur DIY

Fenomena gunung es penahanan ijazah ini mengundang keprihatinan AMPPY hingga mereka mengirimkan surat terbuka kepada Gubernur DIY, pada 10 Oktober 2024.

“Kami berharap, Gubernur menyelesaikan kasus-kasus penahanan ijazah ini sehingga angka kemiskinan di DIY bisa berkurang,” ucap Yuli saat konferensi Pers AMPPY di kantor LBH Yogyakarta.

Selain itu, AMPPY juga mendesak agar Pemda DIY menghentikan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pendanaan Pendidikan yang justru melegalkan pungutan pada satuan pendidikan DIY.

Pihaknya pun meminta agar Pemda DIY merumuskan kebijakan agar tidak ada lagi kasus penahanan ijazah, serta memberikan sanksi kepada sekolah – sekolah yang melakukan penahanan ijazah.

Dewan Pendidikan Kota Yogya: Posisinya Dilematis

Di lain pihak, Ketua Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta, Khamim Zarkasih Putra juga menyesalkan adanya penahanan ijazah. Sebab, siswa berhak atas fasilitas tersebut. Tapi di sisi lain, sumber keberlangsungan sekolah khususnya swasta salah satunya dari peserta didik.

“Ini memang dalam posisi dilema, karena kasus ini semestinya tidak terjadi, tetapi pada kenyataannya terjadi,” kata Khamim kepada kabarkota.com, pada 11 Oktober 2024.

Untuk itu, pihaknya berharap ada win win solution agar kasus penahanan ijazah tidak menjadi masalah pendidikan. Apalagi sekarang pemantau pendidikan sangat sensitif dengan kasus-kasus seperti ini.

“Sebaiknya, Pemda maupun pemkot bisa menganggarkan untuk pengambilan semua ijazah yang tertahan itu,” harapnya.

Lebih dari itu, Khamim juga berharap agar kepemimpinan nasional yang baru bisa mengalokasikan anggaran pendidikan yang benar-benar ke sektor pendidikan sehingga persoalan-persoalan pendidikan seperti itu bisa teratasi dengan mudah.

Pemkot dan Pemda Siapkan Dana Bantuan Pembebasan Ijazah

Menanggapi permasalahan tersebut, Pemda DIY melalui Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) menganggarkan sekitar Rp 2,4 Miliar untuk membantu pembebasan ijazah yang tertahan.

Wakil Kepala Disdikpora DIY, Suhirman mengatakan, pembebasan ijazah di sekolah swasta akan dilakukan secara bertahap.

Sedangkan untuk SMA Negeri, Suhirman mengaku telah menindaklanjutinya dengan mengumpulkan sekolah-sekolah.

“Mudah-mudahan untuk sekolah negeri, akhir Oktober ini sudah beres,” kata Suhirman sebagaimana dilansir laman antara, pada 10 Oktober 2024.

Sama halnya dengan Pemkot Yogyakarta. Anggota DPRD Kota Yogyakarta, Krisnadi Setyawan menuturkan bahwa Disdikpora Kota Yogyakarta bisa membantu untuk meringankan biaya pendidikan untuk siswa SMA/SMK swasta melalui program Jaminan Pendidikan Daerah (JPD) khusus untuk tunggakan biaya sekolah.

Menurutnya, peserta didik maupun orang tua siswa bisa mengajukan bantuan tunggakan biaya sekolah bagi siswa yang telah lulus tahun lalu, dengan sejumlah persyaratan. Diantaranya: tidak memiliki kartu KMS; rincian tunggakan biaya pendidikan dari sekolah; surat keterangan dari satuan pendidikan bahwa peserta didik yang bersangkutan belum pernah menerima bantuan tunggakan biaya pendidikan dari Pemkot pada saat akhir jenjang pendidikan.

Selain itu, mereka juga harus melampirkan fotocopy Kartu Keluarga/C1 Kota Yogyakarta; fotocopy akte kelahiran; fotocopy ijazah; surat pernyataan tidak mampu membayar tunggakan biaya pendidikan dari orang tua/wali yang dibubuhi materai dengan sepengetahuan Ketua RT dan Ketua RW; serta surat rekomendasi dari Dinas Sosial Kota Yogyakarta. Berkas tersebut kemudian dikumpulkan di UPTD Disdik Kota Yogyakarta sebanyak dua rangkap. (Rep-01)

Pos terkait