“Hidup Buruh! Hidup Buruh! Buruh bersatu tak bisa dikalahkan! Buruh Bersatu tak bisa dikalahkan, tapi kalah terus karena ada UU Cipta Kerja dan ada Permenaker No. 22/2022”
-Irsad Ade Irawan, Juru Bicara MPBI DIY-
Ilustrasi (dok. pexels.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Lapangan olahraga indoor di kompleks kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY riuh oleh puluhan orang yang duduk melingkar di tengah lapangan. Sesekali terdengar pekikan “Hidup buruh!”
Mereka adalah para buruh dari berbagai perusahaan yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY yang sedang melakukan audiensi dengan Disnakertrans DIY, dan Badan Penyelengggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Kedatangan mereka pada Kamis (17/2/2022) siang itu, untuk menyatakan sikap sekaligus menyampaikan aspirasi terkait adanya Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Satu per satu, para perwakilan Serikat Pekerja menyampaikan keluh-kesahnya atas terbitnya Permenaker tersebut yang salah satu poinnya, dana JHT baru bisa dicairkan saat usia telah mencapai 56 tahun. Pada intinya mereka menolak pemberlakuan permenaker tentang JHT tersebut karena dinilai merugikan buruh/pekerja.
Buruh Desak Pencabutan Permenaker No. 2 Tahun 2022
Anggota MPBI DIY, Sularman menyayangkan aturan baru yang memberatkan para buruh dan pekerja tersebut. Padahal di aturan sebelumnya, JHT dapat dicairkan minimal satu bulan setelah buruh/pekerja resign dari perusahaannya.
“Kalau viralnya JHT itu jahat, maka bagi buruh itu memang jahat banget, karena JHT itu uang kami dan hak kami tetapi kenapa pemerintah justru mengusik hak tersebut?” tanya Sularman.
Padahal JHT itu, lanjut dia, sangat diharapkan para buruh/pekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup atau pun modal usaha setelah yang bersangkutan tidak lagi bekerja di perusahaan.
Ranto, anggota MPBI dari Serikat Pekerja perusahaan ritel juga berpendapat bahwa aturan pencairan dana JHT minimal di usia 56 tahun itu sangat merugikan. Mengingat, tidak ada jaminan bahwa usia para pekerja/buruh bisa mencapai 56 tahun.
“Kami mohon, suara kami dari Yogya ini disampaikan ke para pemangku kepentingan,” pintanya.
Menurutnya, selama pandemi ini, banyak karyawan di perusahaannya yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang pemberhentiannya tidak sesuai ketentuan perundang-undangan.
“Hampir setiap minggu ada yang terkena PHK,” ungkap Ranto.
Sementara juru bicara MPBI DIY, Irsad Ade Irawan berpendapat bahwa selama ini buruh mengalami bentuk penindasan akibat pemberlakuan Undang-Undang Cipta Kerja dan terbitnya Permenaker No. 2 Tahun 2022.
Irsad menjelaskan, upah buruh/pekerja yang murah menyebabkan iuran JHT yang dibayarkan juga hanya sedikit. Itu pun baru bisa dicairkan setelah usia 56 tahun. Sedangkan upah kerja yang murah juga tidak lepas dari adanya aturan dalam Undang-Undang Cipta Kerja
“Kami memang menghendaki adanya jaminan hari tua dan jaminan pensiun, tetapi yang kami maksud sebenarnya adalah bagaimana seluruh WN itu sama dengan PNS, dan TNI/Polri yang mendapatkan seperti gaji. Jadi setiap bulan, ada uang yang masuk ke rekening kami,” tegas Irsad.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak agar pemerintah segera mencabut Undang-Undang Cipta kerja, dan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022
Kirnadi, anggota MPBI dari Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) menambahkan, para buruh/pekerja yang terkena PHK selama ini belum tentu mendapatkan uang pesangon. Padahal itu wajib diberikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan.
“Sebenarnya, pemerintah membuat program yang cukup bagus, tetapi syarat untuk mendapatkan itu sangat rumit. Itu aturan JHT yang ada saat ini,” anggapnya.
Disnakertrans Minta Forum LKS Tripartit Kabupaten/Kota Diaktifkan
Menanggapi berbagai keluhan tersebut, Kepala Disnakartrans DIY, Aria Nugrahadi pada intinya menyampaikan bahwa pihaknya akan meneruskan aspirasi tersebut ke pemerintah pusat. Mengingat, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 adalah kebijakan nasional yang dibuat oleh Kementerian.
Pihaknya juga meminta agar Disnaker Kabupaten/kota dapat mengaktifkan kembali Forum LKS tripartit atau lembaga resmi yang terkait dengan pembahasan-pembahasan tentang permasalahan hubungan industrial yang didalamnya ada unsur pemerintah, pengusaha, dan unsur pekerja bersama dengan BPJS Ketenagakerjaan di kab/kota.
“Forum itu penting untuk mendiskusikan permasalah-permasalah tersebut dan jika ada catatan ataupun koreksi bisa disampaikan secara tertulis,” tegasnya.
Penjelasan BPJS Ketenagakerjaan tentang Pencairan JHT 56 Tahun
Pada kesempatan tersebut Kepala Bidang Kepesertaan Korporasi dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan DIY, Indriyatno juga menyatakan bahwa pihaknya juga akan menampung dan meneruskan aspirasi tersebut ke pusat, secara berjenjang.
“Saya secara berjenjang akan meneruskan ke Kantor Wilayah, dan kemudian ke kantor pusat,” katanya.
Indriyatno berdalih, aturan pencairan dana JHT di usia 56 tahun itu berdasarkan pertimbangan bahwa sekarang ini, angka harapan hidup orang Indonesia meningkat. Di sisi lain, angka kemiskinan terbesar juga ada di usia tua.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Angka Harapan Hidup (AHH) dalam rentang waktu 2018-2020 relatif mengalami peningkatan meskipun tidak signifikan. AHH untuk jenis kelamin laki-laki 69.30 pada tahun 2018; 69.44 di tahun 2019; dan 69.59 di tahun 2020. Sedangkan untuk jenis kelamin perempuan, 73.19 (tahun 2018); 73.33 (tahun 2019); dan 73.46 (tahun 2020).
Oleh karenanya, dana JHT ini dimaksudkan sebagai dana pensiun jaring pengaman sosial, saat mereka memasuki usia senja dan tidak lagi bisa bekerja.
Sebelum Permenaker Nomor 22 Tahun 2022, pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) telah menerbitkan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 yang masa berlaku saat transisi sampai 3 Mei 2022 mendatang. Dalam aturan tersebut, pemberian manfaat JHT bagi peserta yang mengundurkan diri/PHK dibayarkan setelah melewati masa tunggu 1 bulan dari SK pengunduran diri/PHK yang diterbitkan perusahaan. Peserta tidak perlu menyebutkan bentuk dokumen namun harus menyertakan paklaring. Adapun manfaat JHT bagi yang terkena PHK bisa diambil seluruhnya, karena masa kepesertaannya terputus.
Sementara dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang akan diberlakukan mulai 4 Mei 2022, manfaat JHT baru bisa dibayarkan saat peserta telah memasuki usia 56 tahun/meninggal dunia/cacat total tetap. Dalam pencairan, peserta tidak perlu menyertakan paklaring fisik, namun bisa menggunakan aplikasi Jamsostek Mobile (JMO), dan harus menyertakan dokumen berbentuk copy atau elektronik. Berbeda dengan permenaker sebelumnya, di peraturan yang baru ini, manfaat JHT tetap utuh meskipun terjadi PHK berkali-kali, sehingga harapannya jaminan hari tua para peserta terlindungi secara optimal.
(Ed-01)