Ilustrasi (dok. indofakta)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Keberatan sejumlah elemen masyarakat di DIY atas penetapan Sultan sebagai Gubernur DIY periode 2017-2022 karena dua gelar yang masih dipermasalahkan, bisa saja berujung pada pembatalan.
“Jika alasannya kuat untuk membatalkan penetapan, DPRD harus batalkan. Tetapi jika tidak kuat, maka penetapan yang sudah diambil harus diterima,” tegas pengamat hukum tata negara Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Anang Zubaidy saat dihubungi kabarkota.com, Rabu (30/8/2017)
Dicontohkan Anang, alasan kuat itu misalnya dalam membuat putusan soal penetapan, DPRD DIY belum mempertimbangkan aspek filosofis, yuridis maupun sosiologis.
“Menetapkan atau tidak menetapkan adalah kewenangan DPRD. Artinya, dengan segala pertimbangan, seperti aspek yuridis atau filosofis perlu ditetapkan, maka itu sudah kewenangannya. Begitu pula sebaliknya,” tegas Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum (PSHK FH) UII Yogyakarta ini.
Tuntutan masyarakat itu, lanjut Anang, merupakan bagian dari aspirasi yang seharusnya didengarkan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan atau pengambilan kebijakan. Meskipun, aspirasi bukan satu-satunya dasar dalam membuat kebijakan. Sebab, ada juga pertimbangan peraturan perundangan-undangan yang menjadu dasar pengambilan kebijakan.
Selain itu, Anang juga menambahkan, Gugatan atas Surat Keputusan (SK) Penetapan oleh Presiden nantinya, bisa saja dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), karena SK merupakan beshickking yg bisa dijadikan obyek sengketa.
“Gugatan itu langkah hukum yang sah dan dijamin oleh UU,” imbuhnya.
Sebelumnya, pada 23 Agustus 2017 lalu, sejumlah elemen masyarakat DIY mendatangi anggota dewan, yang pada intinya menyampaikan keberatan mereka atas penetapan Sultan sebagai Gubernur, selagi masalah dua nama gelar masih digunakan. Pada kesempatan tersebut, masa juga meminta agar penetapan tersebut dibatalkan.
Sementara dihubungi terpisah, wakil ketua DPRD DIY, Arif Noor Hartanto mengklaim bahwa persoalan dualisme gelar itu sudah selesai jelang ditetapkannya Sultan sebagai Gubernur DIY, pada 2 Agustus 2017 lalu. Pihaknya juga memastikan bahwa proses yang telah dilalui dewan dalam penetapan tersebut telah sesuai dengan Undang-Undang tentang Keistimewaan (UUK) DIY.
Hanya saja, jika masih ada masyarakat yang merasa keberatan atas penetapan tersebut, serta diketahui Sultan masih menggunakan eksisting nama lain, selain yang disebut dalam UUK DIY, maka pihaknya mempersilakan masyarakat untuk menggugat.
“Nantinya yang bisa digugat adalah SK Penetapan oleh Presiden,” tegas Arif, 29 Agustus 2017. (Ed-03)
SUTRIYATI