Pengelolaan Sampah Terkendala, Pemkot Yogya harus Bagaimana?

Tumpukan sampah di Depo Pengok Kota Yogyakarta (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Tumpukan sampah terlihat mengotori dan menimbulkan bau menyengat di di tepi sejumlah ruas jalan Kota Yogyakarta. Di dekat halte Bus Mandala Krida, misalnya, sampah yang kebanyakan berupa bungkusan plastik kresek menumpuk di sela-sela trotoar. Begitu juga sampah yang terlihat berceceran di timur jembatan Gembira Loka, bungkusan plastik kresek aneka warna juga membuat pemandangan di dekat kebun binatang tersebut kurang elok.

Bacaan Lainnya

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup (SIPSN Menlhk), pada tahun 2021 saja, total timbunan sampah di Kota Yogyakarta telah mencapai 325,02 ton per hari, dengan mayoritas bersumber dari sampah rumah tangga (55,17 persen). Sementara dari paparan latar belakang Peraturan Walikota (Perwal) Kota Yogyakarta Nomor 32 Tahun 2022 tentang Masterplan Pengelolaan Persampahan Kota Yogyakarta Tahun 2022 – 2031 disebutkan bahwa timbunan sampah di Kota Yogyakarta telah mencapai lebih dari 360 ton/hari. Jika jumlah tersebut dibagi dengan jumlah penduduk kota, maka produksi sampah di kota Yogyakarta sekitar 0,82 kg per hari per kapita. Angka tersebut bahkan lebih tinggi dari rata-rata Nasional yang hanya 0,7 kg/hari.

Besarkan volume timbunan sampah di Kota Yogyakarta sebagai salah satu Kota Wisata menjadi problem yang seharusnya segera diurai. Terlebih, rencananya bulan April 2024, Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan yang selama ini digunakan sebagai tempat pembuangan sampah dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Bantul (Kartamantul) akan ditutup permanen.

Aksi warga Banyakan 3 tolak TPST Piyungan sebagai lokasi Pengelolaan Sampah Pemkot Yogyakarta (dok. x @merapi_uncover)

Sebenarnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta sedang menyiapkan proyek pengelolaan sampah berbasis teknologi Refused Derived Fuel (RDF), dengan menyewa sekitar 2 hektar lahan di TPST Piyungan. Bahkan, peletakan batu pertama proyek tersebut dilakukan Pemkot bersama Pemda DIY bersamaan dengan Peringatan Hari Pengelolaan Sampah Nasional (HPSN) dan Pencanangan Pelaksanaan Disentralisasi Pengelolaan Sampah di DIY, pada 5 Maret 2024 lalu. Pemkot akan merealisasikan proyek tersebut dengan menggandeng pihak swasta.

Namun, Penjabat (PJ) Walikota Yogyakarta, Singgih Raharja menyatakan bahwa pihaknya menunda sementara pelaksanaan proyek tersebut, pasca penolakan dari warga Pedukuhan Banyakan 3, Sitimulyo, Kapanewon Piyungan, Kabupaten Bantul, sehari setelah peletakan batu pertama dilaksanakan. “Meskipun lelang sudah selesai tidak ada masalah, selama belum ada kontrak,” tegas Singgih kepada pers di Balikota Yogyakarta, 8 Maret 2024.

Anggota DPRD Kota Yogya: Proyek Pemilahan Sampah senilai Rp 8 Miliar

Di lain pihak, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Yogyakarta, Krisnadi Setyawan mengungkapkan, dari penganggaran 2024, nilai anggaran yang diusulkan untuk pembangunan tempat pemilahan sampah tersebut sekitar Rp 8 Miliar yang digelontorkan melalui Dinas Lingkungan hidup (DLH) Kota Yogyakarta. Angggaran tersebut belum termasuk pengeraan Landscape TPA Piyungan senilai Rp 3 Miliar, melalui Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kota Yogyakarta.

“Pada pembahasan RAPBD 2024 eksekutif sudah disampaikan ke DPRD Kota bahwa Pemkot mendapat izin penggunaan lahan di TPST Piyungan untuk pemilahan sampah,” kata Krisnadi kepada kabarkota.com, pada Jumat (15/3/2024).

Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Yogyakarta, Krisnadi Setyawan (dok. facebook krisnadi setyawan)

Oleh karenanya, Krisnadi berpendapat bahwa adanya penolakan warga Piyungan terkait rencana penggunaan lahan TPST Piyungan menjadi permasalahan yang harus diselesaikan sendiri oleh Pemkot Yogyakarta karena ibaratnya, merea seperti dipinjami barang yang bermasalah.

“Saya mendengar sendiri tuntutan warga Banyakan sudah final soal penutupan TPST Piyungan. Itupun mereka masih menuntut perbaikan lingkungan yang terdampak TPST,” imbuh Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Yogyakarta ini.

Di sisi lain, lanjut Krisnadi, Kota Yogyakarta tidak punya lahan untuk penampungan sampah. Hanya ada beberapa Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS 3R) sehingga sampah tertahan di depo-depo. Akibatnya, sampah yang terkumpul setiap hari tidak tertampung.

Lebih lanjut, Krisnadi menekankan terkait perlu adanya keputusan darurat yang secara cepat dan komprehensif untuk menyelesaikan persoalan sampah ini, dari hulu ke hilir. Pemkot Yogyakarta, Pemkab Bantul, dan Pemda DIY harus duduk bersama mengurai dan mengatasi persoalan ini.

Dia juga mengusulkan penggunaan aset milik Pemda DIY, yaknni lahan eks Kampus STIKERS di Jalan Parangtritis, Salakan, Bantul sebagai tempat untuk penampungan sementara dan TPS 3R dengan kapasitas besar.

Selain itu, sebut Krisnadi, Pemkot Yogyakarta dan Pemkab Bantul harus menegakkan disiplin pemilahan sampah sejak dari rumah tangga.

“Semoga usulan ini bisa terakomodasi pada perubahan Perda sampah yang masih dibahas pansus di DPRD Kota Yogyakarta,” ucapnya.

Walhi Yogyakarta: Masyarakat Terdampak TPST perlu Dilibatkan

Sementara itu, Divisi Advokasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, Elki Setiyo Hadi menduga, penolakan warga Banyakan 3 atas rencana pembangunan tempat pengolahan sampah di TPST Piyungan terjadi karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah dan pelibatan mereka dalam proses pengambilan kebijakan tersebut.

Pihaknya mensinyalir, ada kekecewaan warga terhadap pemerintah. Sebab, berdasarkan pengalaman mereka, dulu pemerintah menyampaikan bahwa TPST Piyungan hanya untuk tempat pengelolaan sampah, tetapi pada akhirnya menjadi seperti sekarang, dan dampak limbah berupa air lindi telah mencemari hingga ke pemukiman warga sekitar.

Divisi Advokasi Walhi Yogyakarta, Elki Setiyo Hadi (dok. kabarkota.com)

Menurutnya, penundaan sementara proyek pembangunan tempat pengolahan sampah oleh Pemkot Yogyakarta menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki komunikasi sekaligus melibatkan masyarakat setempat dalam proses pengambilan keputusan. Bisa jadi, masyarakat setempat justru memiliki inisiatif-inisiatif dalam upaya pengelolaan sampah di sana.

Merujuk pada Pasal 37 Peraturan Daerah (Perda) DIY Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tanggah dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, masyarakat dapat turut berperan serta dalam pengelolaan sampah. Salah satunya, dengan memberi usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemda, Pemkab/Pemkot atau pun pengelola yang mendapatkan izin. (Rep-01)

Pos terkait