Ilustrasi: proses evakuasi pasca bencana alam di Gunungkidul (dok. fb bpbd Gunungkidul)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Musim hujan belum mencapai puncak, namun bencana hidrometeorologi telah melanda di sejumlah wilayah DIY, termasuk di Kabupaten Gunungkidul.
Diantaranya, bencana tanah longsor pada 19 November lalu yang mengakibatkan dua warga Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semin meninggal dunia karena tertimbun tanah longsoran. Selain itu, 111 jiwa warga dari kalurahan tersebut juga mengungsi. Selain itu, bencana banjir pada 30 November juga menyebabkan dua pelajar asal Kapanewon Karangmojo dan Kapanewon Ponjong terseret arus air. Kerugian tersebut belum termasuk kerusakan infrastruktur publik, dan bangunan, lahan pertanian, serta kandang ternak milik warga.
Faktor Penyebab Banjir dan Longsor
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gunungkidul, Purwono menjelaskan, bencana alam yang terjadi di wilayahnya akibat peningkatan volume air hujan di sungai Oya dan anak sungai tersebut sehingga mengakibatkan luapan air.
Di sisi kanan-kiri sungai Oya dan anak sungai Oya itu sebagian bambu rumpunnya tergerus dan terbawa aliran air sehingga menyumbat beberapa titik jembatan,” jelas Purwono kepada kabarkota.com, Minggu (4/11/2022).
Pihaknya memetakan, kawasan rawan banjir berada di zona aliran Sungai Oya, mulai Dari Kapanewon Semin, Ngawen, Nglipar, Karangmojo, Wonosari hingga Playen.
Selain di zona aliran Sungai, kawasan karst juga rawan banjir genangan karena aliran air di beberapa luweng tersumbat tumpukan sampah plastik. Ditambah dengan volume air yang sangat banyak akibat curah hujan tinggi.
“Kalau di zona selatan banyak banjir yang sifatnya lokal, yakni ketika curah hujannya tinggi, ada beberapa titik itu karena faktor luweng yang saluran airnya tidak lancar, seperti di Rongkot,” sebut Purwono.
Untuk itu, pihaknya mengimbau agar masyarakat di lokasi rawan bencana agar lebih waspada ketika terjadi cuaca ekstrem.
Sementara itu, Ketua Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno berpendapat bahwa penyebab terjadinya banjir dan tanah longsor karena tiga faktor.
Pertama, kecenderungan curah hujan dengan intensitas lebih tinggi, tetapi dalam waktu yang relatif singkat.
“Kedua, kecenderungan penghilangan tanah penutup yang mengakibatkan kemampuan meresap hilang atau berkurang sehingga air hujan menjadi aliran air permukaan,” papar Eko.
Ketiga, lanjut Eko, penambahan aliran permukaan akibat adanya penutupan kekar-kekar tempat air yang mungkin masuk ke bawah perlukaan, dan membentuk sungai-sungai bawah permukaan.
“Kecenderungan, banjir di beberapa tempat yang mengalir cepat, maka akan mengering cepat,” ucapnya.
Sedangkan bencana longsor terjadi karena hujan menambah beban dinamis di tempat yang secara subtansial memang berpotensi longsor karena kondisi alamnya, seperti litologi, kemiringan, dan kestabilan dasar.
“Pada posisi yang tidak stabil, maka hujan akan menjadikan potensi longsor semakin kuat,” tegas Eko.
BMKG: Cuaca Ekstrem masih Berpotensi Terjadi
Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Yogyakarta International Airport (YIA), Hendy Andriyanto mengatakan, meskipun beberapa hari terakhir ini curah hujan di DIY cenderung mereda, namun dalam beberapa hari ke depan, cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi. Mengingat, puncak musim hujan diperkirakan terjadi pada bulan Januari – Februari 2023 mendatang.
“Potensi cuaca beberapa hari ke depan, terjadi hujan sedang – lebat di daerah utara DIY, khususnya Sleman, Kota Yogyakarta dan Kulon Progo bagian utara,” ungkap Hendy.
Pertumbuhan awan hujan pada siang hari terjadi di Utara DIY, dan pada sore hari di sisi selatan, seperti Kulon Progo bagian selatan, Bantul bagian selatan, dan Gunungkidul bagian selatan.
“Beberapa hari terakhir hujan mereda karena beberapa pola angin kawasan DIY berubah. Jadi pola anginnya saat ini dari arah timur dan biasanya tidak membawa massa uap air berlebih sehingga jumlah hujan di DIY menurun,” jelasnya.
Terkait bencana banjir dan tanah longsor di Gunungkidul, Hendy menyatakan, dari sisi cuaca, pada waktu itu memang terjadi curah hujan cukup tinggi dan secara tipografi posisi Gunungkidul di lereng perbukitan dengan vegetasi yang mungkin kurang kuat untuk menyangga volume air yang terlalu besar.
“Kami menekankan jika terjadi bencana, maka yang perlu diperhatikan adalah bagaimana evakuasi bisa cepat dilakukan,” imbaunya. (Rep-01)