Kepala BNNP DIY, Soetarmono (kiri) menunjukkan barang bukti narkoba yang diamankan dari empat tersangka, Jumat (19/8/2016), di kantor BNNP DIY. (sutriyati/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DIY berhasil mengungkap peredaran narkoba yang dikendalikan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika di wilayah Pakem, Sleman, DIY, baru-baru ini.
Kepala BNNP DIY, Soetarmono menjelaskan, ungkap kasus yang telah menjerat empat tersangka berinisial LSD, RD, ESF, dan ZM ini awalnya berdasarkan laporan warga masyarakat.
Menurutnya, dari empat tersangka di empat lokasi yang berbeda, pihaknya telah menyita barang bukti berupa, shabu seberat 26,03 gram, ganja kering 9,64 gram, ekstasi 248 butir, uang tunai Rp 1,55 juta, dan sejumlah barang-barang lainnya. Termasuk handphone yang diduga digunakan untuk berkomunikasi dari dalam dan luar penjara.
Tersangka LSD, jelas Soetarmono, ditangkap pada 15 Agustus 2016, sekitar pukul 13.15 WIB, di halaman parkir elektro medik RS Grhasia Sleman, saat hendak melakukan transaksi narkoba, dengan cara lempar bola untuk RD yang merupakan napi di lapas kelas IIA Yogyakarta tersebut.
“Tersangka LSD ini baru saja mendapatkan remisi bebas bersyarat setelah divonis 9 bulan,” kata Soetarmono kepada wartawan, di kantornya, Jumat (19/8/2016).
Sehari setelahnya, imbuh Soetarmono, RD ditangkap dari dalam lapas narkotika, dan kedapatan menyimpan narkoba besarta alat hisapnya dan alat telekomunikasi yang ia gunakan di dalam penjara.
“Dari pengakuan LSD, paket narkoba tersebut didapat dari ESG di Klaten,” ujarnya.
Karenanya, pada tanggal 17 Agustus 2016 pagi, ESG juga diamankan petugas di rumahnya. “Tersangka sempat berusaha melarikan diri dari pintu belakang rumahnya,” ungkap Soetarmono.
Sore harinya, petugas BNNP kembali mengamankan satu tersangka ZM yang merupakan konsumen ESG yang juga berdomisili di Klaten.
Atas perbuatannya tersebut LSD dan ESG terancam hukuman mati dan denda maksimal Rp 10 Milyar. Sedangkan RD terancam pidana maksimal 20 tahun, serta ZM terancam penjara maksimal 12 tahun. (Rep-03/Ed-03)