Ilustrasi (ykakj.or.id)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Menghadapi kenyataan bahwa putra-putrinya menderita kanker bukan hal yang mudah bagi para orang tua. Mengingat, hingga saat ini, penyakit kanker masih identik dengan kematian.
Hal itulah yang dialami pendiri Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja (YKAKJ), Eka Wibawa, beberapa tahun lalu. Kepada kabarkota.com, Eka mengisahkan, pada tahun 1999 silam, putrinya yang masih berusia 1,5 tahun divonis kanker darah (leukimia).
“Awalnya, kami sulit menerima kenyataan tersebut,” ucap Eka, saat ditemui di kawasan jalan Brigjen Katamso Yogyakarta, Senin (15/2/2016).
Baru setelah sekitar 6 bulan, ungkap Eka, dirinya bisa menerima kenyataan pahit tersebut. Berbagai upaya penyembuhan, mulai dari upaya medis, non medis, hingga pengobatan alternatif ia tempuh demi putri semata wayangnya ketika itu. Namun, usaha tersebut tak memberikan hasil yang memuaskan. Hingga akhirnya Eka dan keluarganya memilih untuk berserah diri pada Tuhan, sembari merutinkan pengobatan medis.
Beruntung, setelah dua tahun, putri tercintanya dinyatakan sembuh dari penyakit ganas itu.
Sebagai bentuk kesyukuran sekaligus niat untuk berbagi pengalaman dengan para orang tua yang memiliki anak penderita kanker, akhirnya pada bulan Desember 2013 lalu, Eka mendirikan YKAKJ bersama beberapa rekannya yang senasib.
“Kami pernah merasakan betapa sulitnya menjalani masa-masa pengobatan bagi putra-putri kami, dengan kondisi yang ada ketika itu,” kenang Eka.
Melalui yayasan tersebut, anak-anak penderita kanker beserta orang tuanya bisa tinggal di rumah singgah sampai pengobatan mereka selesai. Selain itu, Eka juga menyediakan tempat belajar yang dinamai “sekolahku” untuk memberikan kesempatan pendidikan bagi anak-anak yang tinggal di rumah singgah.
“Sampai sekarang, jumlah yang terdaftar ada 105 anak, yang 60-70 persennya menderita kanker darah,” sebutnya.
Namun, dari jumlah tersebut, 30 persen diantaranya sudah meninggal dunia. Mengingat, anak-anak yang datang umumnya sudah mengidap kanker stadium 3-4.
Para penghuni rumah singgahnya juga berasal dari kalangan masyarakat kurang mampu. Karenanya, Yayasan hanya memungut Rp. 5 ribu per hari untuk keluarga yang tinggal di tempat tersebut. Selebihnya, pengurus menggalang donasi dari berbagai pihak, untuk bisa mencukupi kebutuhan mereka yang mencapai sekitar Rp 20 juta – Rp 30 juta per bulan.
Sayangnya, Eka berpendapat, pemerintah masih kurang kepeduliannya terhadap anak-anak penderita kanker ini. Itu terlihat dari minimnya aksi-aksi yang mereka lakukan untuk menyelamatkan anak-anak yang menjadi bagian dari generasi penerus bangsa ini.
Meski begitu, Eka tak patah semangat, pihaknya terus melakukan sosial edukasi untuk mengkampanyekan tenta.ng kanker anak ini, baik kepada orang tua, puskesmas-puskesmas, hingga masyarakat pada umumnya.
“Kanker itu penyakit yang bisa disembuhkan selagi terdeteksi sejak dini,” kata Eka. (Rep-03/Ed-03)