Forum Group Discussion (FGD) tentang PP No 13 Tahun 2016 dan Implikasinya bagi Ekonomi Perberasan Nasional, di University Club (UC) UGM, Sabtu (13/8/2016). (sutriyati/kabarkota.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) menilai Peraturan Pemerintah (PP) No 13 Tahun 2016 dan Peraturan Presiden (Perpres) No 48 Tahun 2016 justru menyulitkan Badan Urusan Logistik (Bulog).
Penilaian sebagaimana disampaikan Ketua Umum Perhepi, Bayu Khrisnamurti dalam Forum Group Discussion (FGD) tentang PP No 13 Tahun 2016 dan Implikasinya bagi Ekonomi Perberasan Nasional, di University Club (UC) UGM, Sabtu (13/8/2016).
Menurutnya, PP dan Perpres tentang Bulog ini belum mampu menjawab tuntutan berberasan Nasional, baik ari sisi produksi maupun konsumsi.
Hal senada juga dibenarkan Direktur Operasional Pelayanan Publik Perum Bulog, Tri Wahyudi Saleh, yang menyatakan bahwa pihaknya dituntut untuk lebih besar memberikan andil dalam unsur pangan.
“Kami saat ini sedang memodifikasi dan merevitalisasi infrastruktur,” kata Tri.
Sebelumnya, Bulog hanya bertugas mengamankan harga beras di tingkat produsen dan konsumen, mengelola CBP, menyediakan dan mendistribusikan beras ke masyarakat tertentu, serta mengimpor beras. Namun, dengan adanya dua kebijakan baru tersebut, Bulog juga dituntut untuk mengembangkan industri hilir berupa beras, gabah, atau padi, serta memperkuat pergudangan beras. Sekaligus, menjaga ketersediaan tiga komoditas utama, yakni beras, jagung, kedelai, dan pangan lain, seperti gula, daging, serta bawang merah yang ditangani bersama BUMN lain.
Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Jember, M. Husein Sawit berpendapat, semestinya PP dan Perpres mampu meningkatkan daya saing industri, khususnya beras, semisal di pasar tunggal ASEAN. (Rep-03/Ed-03)