Ilustrasi: eks pedagang jalan sarkem Yogyakarta usai melakukan topo pepe di alun-alun utara, Minggu (16/7/2017). (sutriyati/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Kehidupan para pedagang yang dulunya menempati kios-kios di sisi utara Jalan Pasar Kembang (Sarkem) Yogyakarta kini berubah drastis. Hari Rabu, 5 Juli 2017 seolah menjadi awal mimpi buruk bagi mereka.
Alat berat dikerahkan oleh PT KAI Daerah Operasional (Daops) 6 Yogyakarta untuk meluluh-lantakkan kios-kios pedagang, dengan dalih penertiban kawasan pedestrian di sisi selatan stasiun Tugu. Ratusan personel gabungan dari aparat keamanan juga diterjunkan hingga menambah ketegangan di pagi itu.
Suara-suara penolakan dan isak tangis puluhan pedagang pun tak mampu meluluhkan hati para penguasa. Satu per satu bangunan yang telah mereka tempati selama bertahun-tahun, rata dengan tanah. Tak ada lagi yang tersisa, selain kesedihan dan beban berat di pundak mereka, pasca kehilangan mata pencaharian.
Salah satu eks pedagang di sisi selatan stasiun Tugu Yogyakarta, Rudi Tri Purnama mengungkapkan, pasca kios-kios tergusur, kini dirinya bersama pedagang lain dalam kondisi memprihatinkan. Rata-rata mereka sekarang menganggur,.karena tak lagi memiliki tempat untuk berjualan. Sementara, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta, yang sebelumnya telah memberikan legalitas bagi sebagian pedagang dengan membagikan Kartu Bukti Pedagang (KBP), juga tak kunjung memberikan kepastian solusi untuk kelangsungan usaha mereka.
“Sampai detik ini, kami belum mendapatkan kejelasan apakah akan diberi kompensasi, atau direlokasi, atau dipindah sementara, atau dipindah tetap, belum ada kejelasan sama sekali,” kata Rudi kepada kabarkota.com, 16 Juli 2017.
Namun, perjuangan pedagang untuk mendapatkan hak mereka kembali, tak berhenti sampai di sini. Pada Minggu, 16 Juli 2017, kembali menggelar aksi damai untuk mengetuk nurani para penguasa, dengan melakukan Topo Pepe di alun-alun Utara Yogyakarta. Topo Pepe selama ini menjadi salah satu cara rakyat Yogyakarta dalam menyampaikan keresahan mereka kepada Raja, sebagai penguasa Keraton Yogyakarta.
Sebelumnya, para pedagang telah berusaha mencari jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahan mereka, dengan meminta kejelasan dari pihak Pemkot maupun PT KAI, akan tetapi usaha mereka tak membuahkan hasil. Kemudian, mereka juga mendatangi kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta untuk meminta pendampingan hukum, dalam merebut kembali hak-hak mereka.
Direktur LBH Yogyakarta, Hamzal Wahyudin menyesalkan, langkah yang ditempuh PT KAI dalam menertibkan kawasan sisi selatan stasiun Tugu, dengan klaim bahwa tanah yang ditempati para pedagang di sana merupakan Sultan Ground (SG) dan diberikan kekancingannya untuk PT KAI
“Kami perlu tahu apa dasar hukumnya Sultan mengklaim bahwa itu Sultan Ground? Karena sampai dengan saat ini, pendataan terkait Sultan Ground dan Paku Alam Ground belum selesai, tetapi tiba-tiba ada surat kekancingan yang dikeluarkan. Ini kan aneh,” anggap Hamzal, saat ditemui di sela-sela aksi topo pepe.
Selain itu, LBH Yogyakarta juga menilai, sebenarnya PT KAI tak memiliki kewenangan untuk menertibkan kios-kios pedagang, sebab itu menjadi ranahnya Pemkot.
Atas dasar kedua hal tersebut, Hamzal menyatakan, pihaknya akan menyusun draft gugatan perdata yang nantinya didaftarkan ke Pengadilan Negeri ( PN) Kota Yogyakarta, jika tak segera ada kejelasan atas nasib eks pedagang di sisi utara Jalan Pasar Kembang (Sarkem) itu.
Sementara sebelumnya, dalam pernyataan kepada kabarkota.com, Kepala PT KAI Daerah Operasional (Daops) 6 Yogyakarta, Hendy Helmy mengaku siap menghadapi gugatan hukum, jika memang itu nantinya benar-benar dilayangkan, pasca penertiban di sisi selatan stasiun Tugu. Meski demikian, Helmy enggan berkomentar banyak terkait dengan status lahan yang diklaim sebagai SG tersebut.
Sedangkan Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti saat memberikan keterangan kepada sejumlah wartawan juga tak banyak angkat bicara, kecuali dengan mengatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi untuk mencarikan jalan keluar bagi para pedagang. (Ed-03)
SUTRIYATI