Diskusi Generasi Muda Anti Korupsi: Pelopor Perubahan Bangsa di Era Milenial, di Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Rabu (19/9/2018). (sutriyati/kabarkota.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Siapa tak kenal Novel Baswedan? Salah satu penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbaik, karena tak gentar melawan kejahatan korupsi, sekalipun dengan taruhan nyawa.
Keberanian dan kegigihannya berjuang dalam pemberantasan korupsi ini yang membuat Novel menjadi inspirasi bagi banyak orang, termasuk di kalangan generasi milenial.
Rabu (19/9/2018), Novel berkesempatan menjadi pembicara dalam Diskusi Generasi Muda Anti Korupsi: Pelopor Perubahan Bangsa di Era Milenial, di Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY). Di hadapan ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta, Mantan Kasat Serse Polres Bengkulu ini berbagi kisah dan semangat dalam perjuangannya memberantas korupsi selama ini.
Novel bercerita awal ia mulai berkomitmen untuk berjuang melawan korupsi adalah ketika dirinya menjabat sebagai Kepala Polsek Kaur selatan, salah satu daerah pelosok di Bengkulu. Ketika itu, sebagai Kapolsek baru, ia berinisiatif menemui masyarakat untuk memperkenalkan diri sekaligus menjaring aspirasi, apa yang diinginkan warga terhadap dirinya di sana.
Dari pertemuan dengan warga itu terungkap betapa korupsi yang berhubungan dengan sektor kehutanan sangat marak, tidak hanya pelaku usahanya tapi oknum aparaturnya juga ikut terlibat, sehingga menyusahkan hidup masyarakat di sana. Sebab, tanah yang digunakan oleh warga untuk bercocok tanam menjadi kering kerontang, sungai yang sebelumnya digunakan untuk mengangkut hasil panenan mereka juga surut debit airnya sehingga tak bisa digunakan lagi. Akibatnya, biaya yang harus mereka keluarkan jauh lebih besar, sementara hasil penjualan di pasar tak meningkat.
Selain itu pada kesempatan yang berbeda, lanjut Novel, pihaknya juga menyaksikan praktik-praktik perjudian yang bahkan diback up oleh oknum aparat setempat. Akibatnya pekerja-pekerja level bawah atau pekerja kasar yang bekerja dari pagi sampai sore. Sore hari mereka berjudi, pulang tak bawa uang sehingga memicu pertengkaran dalam rumah tangga karena dianggap tak mampu mencukupi kebutuhan keluarga. Lalu, memunculkan masalah-masalah sosial, seperti kejahatan pencurian dan sebagainya.
“Masa iya, setelah melihat adanya kejahatan yang efek sosial karena kejahatan korupsi itu besar, kita masih diam?” kata Novel.
Hanya saja, suami dari Rina Emilda ini mengakui, untuk memperjuangkan itu tak mudah. Ia menjadi dimusuhi, diancam dalam banyak hal, bahkan tidak didukung oleh kolega sendiri. Novel juga menyebut berkali-kali mendapatkan ancaman pembunuhan, ditabrak secara sengaja, hingga wajahnya disiram air keras dan mengenai kedua bola matanya yang kini tak sempurna lagi.
Namun Novel menegaskan, “Kejadian ini sama sekali tak saya sesali, dan tak membuat saya menjadi takut. Sampai sekarang saya masih menangani perkara-perkara besar”.
Menurutnya, hal tersebut justru menjadi kesempatannya untuk belajar memperkuat akhlak. Sebab, hal itu tak cukup hanya dipelajari dari buku atau dinasehati saja, melainkan harus diupayakan, diperjuangkan, dan dipertahankan.
Pesan Novel untuk Generasi Milenial
Pada kesempatan tersebut, Novel juga menyampaikan sejumlah pesan, apa yang seharusnya dilakukan generasi milenial untuk turut memberantas korupsi. Diantaranya adalah dengan menjaga integritas diri, yang dimulai dari kesadaran, kesungguhan, dan bebaur di lingkungan yang baik.
“Bersikap tidak membiarkan atau memaklumi praktik-praktik korupsi di sekitar kita,” pintanya.
Selain itu, Novel berpendapat, karakter generasi milenial yang kreatif semestinya bisa diberdayakan untuk melakukan upaya-upaya pemberantasan korupsi secara bersama-sama dengan komunitas-komunitas antikorupsi untuk melakukan perubahan.
“Teruslah merawat kepercayaan dan optimisme, serta jangan mudah menyerah, karena berjuang itu butuh energi,” tegasnya.
Sementara Hasrul Halili dari Pusat Kajian AntiKorupsi Fakultas Hukum UGM berharap, apa yang dialami oleh Novel Baswedan sebagai pejuang antikorupsi, semestinya bisa dimetamorfosiskan menjadi semangat pergerakan.
“Belajar dari Novel, untuk menjadi pejuang antikorupsi itu harus punya nyali dan militansi,” sebut Hasrul. (Rep-03)