Ilustrasi (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY mendukung Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PHRI DIY, Deddy Pranowo Ernowo berpendapat bahwa Omnibus Law menjadi win-win solution bagi pengusaha, terlebih di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang. Meskipun, bagi para buruh terasa memberatkan.
“DPP PHRI ada perwakilan di sana, jujur saja. Tapi memang yang diutus juga karyawan,misalnya GM, jadi bukan pengusahanya,” ungkap Deddy kepada kabarkota.com, Senin (27/7/2020).
Menurut Deddy,utusan PHRI diambil dari pekerja supaya mereka bisa mewakili pengusaha sakaligus karyawan.Harapannya, suara mereka bisa mewakili kedua belah pihak sehingga tidak ada ketimpangan antara buruh dan pengusaha.
“Kalau tidak begitu, nanti jomplang di pengusaha juga tidak baik, jomlang di buruh juga tidak baik. kami ingin semuanya bisa jalan. buruh tanpa pengusaha apa bisa jalan? Pengusaha tanpa buruh, apa juga bisa jalan?,” dalihnya.
Sementara Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana menegaskan, secara kelembagaan, DPRD DIY belum mengambil sikap atas Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang banyak ditentang oleh kalangan buruh dan mahasiswa ini.
Hanya saja secara pribadi, Huda berharap agar pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja itu tak dilanjutkan. Terlebih, selama ini, keberadaan UU tentang Ketenagakerjaan saja belum terimplementasi sepenuhnya dengan baik.
“Sekarang ini kunci masuk investasi di Indonesia bukan di UU itu, tapi bagaimana Indonesia mampu menangani Covid-19 dengan baik,” tegas politisi PKS ini.
Mengingat, kata dia, di masa pandemi seperti sekarang, banyak para investor yang justru menarik diri dari Negara-negara yang tak aman dari Covid-19, seperti Cina. Jika Indonesia mampu memberikan rasa aman dari Covid-19 dan penanganan kesehatannya bagus, maka investor akan tertarik untuk menanamkan investasinya di sini.
Hal senada juga disampaiakan Pengamat Perburuhan dari Universitas Islam Indonesia (UII), Ayunita Nur Rohanawati yang menilai, ketika Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini disahkan, maka justru menjadi ancaman bahaya bagi tenaga kerja di Indonesia. Sebab, Omnibus Law membuka peluang TKA masuk ke Indonesia dengan mudah, dan menghapus hak-hak para buruh yang selama ini telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
“Jadi ada perubahan-perubahan yang dikhawatirkan oleh para pekerja,” ucapnya.
Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini, lanjut Ayu, salah satu tujuannya untuk memudahkan investor masuk ke Indonesia. Namun di sisi lain, dengan masuknya investasi asing, maka mereka menghendaki ketersediaan tenaga kerja yang murah dan bisa diatur. Sementara di Indonesia telah memiliki ketetapan tentang Upah Minimum yang nantinya justru akan dihapuskan dengan Omnibus Law tersebut.
“Memang investasi bagus untuk suatu Negara, tapi kita tidak bisa mengabaikan terhadap faktor pekerjanya,” anggap Ayu.
Pasalnya, kata dia, hukum ketenagakerjaan itu sejatinya diciptakan untuk melindungi pekerja yang selama ini posisinya lemah. (Rep-02)