SLEMAN (kabarkota.com) – Hakim Pengadilan Negeri Sleman, Muhammad Baginda Rajaka Harahap memutuskan Pra Peradilan Obby Kogoya ditolak. Penolakan ini berdasarkan tiga alat bukti berupa saksi berjumlah lima orang, surat bukti visum, dan petunjuk persesuaian antar saksi.
“Berdasarkan bukti-bukti tersebut proses pengadilan penetapan tersangka sudah sah sesuai dengan bukti ketentuan pasal 184 KUHP,” tutur Rajaka dalam sidang putusan praperadilan Obby Kogoya di Pengadilan Negeri Sleman (30/82016).
Kuasa hukum dari Polda DIY, Heru Nur Cahya mengatakan prosedur penangkapan tindak pidana yang tertangkap tangan memang berbeda. Ia menambahkan tindak pidana ini sudah terjadi, kelanjutannya nanti akan tergantung pokok permasalahan.
“Dalam penetapan tersangka ini sudah sah,” ungkapnya.
Mahasiswa asal Papua, Obby Kogoya ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana kekerasan kepada polisi saat mengepung Asrama Mahasiswa Papua Kamasan 1 Yogyakarta pada 15 Juli 2016 lalu.
Salah satu dari tim kuasa hukum Obby, Emanuel Gobay menyangkal apa yang disampaikan hakim dan Polda DIY. Menurutnya ada penyalahgunaan kewenangan penetapan alat bukti.
“Menurut kami dalil tertangkap tangan itu bagian dari dalil yang diangkat oleh kepolisian untuk
melakukan tindakan sewenang-wenang dari saat penangkapan yang didahului oleh tindakan penganiayaan, pengeroyokan, dan bahkan penyiksaan,” terangnya pada wartawan.
Selanjutnya, tambah Gobay, pihaknya akan melakukan pengawalan kasus. Menurutnya penganiayaan yang dialamatkan pada kliennya terdapat delapan pelanggaran HAM.
***
Sebelumnya saat sidang akan dimulai, Gobay menanyakan kepada hakim tentang keberadaan empat personil Brimob yang ada dibelakang hakim. Rajaka menjawab bahwa dirinya tidak tahu menahu tentang peronil Brimob yang berada di belakangnya, kerena tidak ada koordinasi sebelumnya.
“Saya tidak berkoordinasi masalah keamanan,” terangnya.
Kepala Kepolisian Resort Sleman Ajun Komisaris Besar, Yuliyanto menegaskan keberadaan personil di belakang hakim untuk prosedur escacpe. Yulianto mencontohkan escape seperti terjadi kerusuhan di ruang sidang maka hakim itu harus diselamatkan.
“Kalau khawatir itu saya kira ada. Tapi dengan tindakan persuasif dari teman-teman maka yang dikhawatirkan itu tidak terjadi. Kita menjaga segala kemungkinan, yang hadir di sini tidak hanya teman-teman dari Papua tapi juga dari LSM yang menolak separatis. Kami tidak ingin ada gesekan antara orang Papua yang hadir di sini,” tandasnya. (Rep-04/Ed-01)