Logo Gafatar (dok. kabarkota.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Aksi pengusiran dan pembakaran mobil milik warga pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Wilayah Mempawah, Kalimantan Barat, baru-baru ini semestinya bisa dicegah jika Pemerintah Daerah (Pemda) dan aparat keamanan setempat peka terhadap keberadaan kelompok tersebut.
Hal itu seperti diungkapkan Direktur Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM, Sigit Riyanto kepada kabarkota.com, Rabu (20/1/2016).
Menurutnya, ketika organisasi tersebut telah menimbulkan dampak, reaksi, dan persepsi sehingga memunculkan potensi pelanggaran hukum, baik dari pihak internal maupun eksternal, maka menjadi kewajiban aparat untuk mengambil tindakan yang lebih nyata dan pro aktif supaya keberadaan mereka tidak menimbulkan persoalan yang semakin rumit dan berkepanjangan.
“Semestinya ada kepekaan dari Pemda setempat kalau sudah ada indikasi semacam itu, maka sudah sepantasnya pemda, polisi, dan lembaga yang punya otoritas kaitannya dengan ideologi itu untuk bersama-sama mengawal dan mengantisipasinya,” anggap Sigit.
Mengingat, saat konflik meluas dan tak terkendali justru ongkos penanganannya akan semakin besar karena merugikan banyak pihak.
Sedangkan terkait dengan rencana pemulangan ratusan warga Gafatar yang diusir dari Mempawah, menurut Sigit hal tersebut bisa menjadi solusi jangka pendek, sebab bisa mengembalikan keadaan warga di lokasi tersebut menjadi kondusif dan normal kembali.
Selain itu, kepulangan mereka juga akan memberikan kesempatan bagi para keluarga yang selama ini kehilangan jejak mereka pasca meninggalkan rumah untuk bertemu kembali.
“Tapi itu menurut saya baru sementara, karena langkah selanjutnya tetep harus ada, langkah monitoring, pembinaan, serta mengawal dan mengawasi organisasi atau pun pola-pola baru yang akan berpotensi memunculkan kembali konflik yang mengganggu keutuhan masyarakat setempat,” ungkapnya.
Sebagai upaya rehabilitasi, Sigit juga berpendapat, pemda harus memutus dulu pengaruh dari organisasi itu melalui beberapa tahapan, mulai dari tindakan yang sifatnya represif, lalu dibarengan promosi dan klarifikasi kepada masyakat.
Lebih dari itu, lanjutnya, orang-orang yang sudah keluar dari organisasi itu juga perlu diberdayakan dengan menjadikan mereka mitra bagi pemda atau aparat untuk memberikan informasi yang akurat, obyektif, dan aktual supaya tidak ada penyesatan informasi kepada masyarakat..
“Menurut saya itu bagian dari keniscayaan, mereka bagian dari masyarakat dan mereka harus diberi kesempatan untuk kembali kepada masyarakat dalam situasi yang normal supaya mereka juga bisa dimanfaatkan untuk mencegah peristiwa serupa terulang kembali karena mereka punya informasi dan pengalaman,” ujar Sigit. (Rep-03/Ed-03)