Ilustrasi (suara.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM menyayangkan atas kasus meninggalnya terduga teroris asal Klaten Jawa Tengah, Siyono saat proses penangkapan dan pemeriksaan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri, baru-baru ini. Terlebih, kasus ini bukan satu-satunya yang terjadi.
Kepala PSKP UGM, Sigit Riyanto berpendapat, harus ada pertanggungjawaban dari aparat resni negara tersebut kepada publik.
“Publik perlu tahu apa yang sebenarnya terjadi,” kata Sigit saat dihubungi kabarkota.com, Kamis (17/3/2016).
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menurut Sigit, juga perlu turut mengambil bagian dengan melakukan investigasi terhadap institusi negara tersebut, sehingga mendapatkan kejelasan informasi terkait penyebab meninggalnya Siyono di bawah penguasaan aparat resmi negara.
Pihaknya juga menambahkan, klaim-klaim yang disampaikan pihak aparat bahwa korban meninggal dunia karena terlibat baku hantam dengan personel Densus 88 saat di perjalanan menuju markas Densus tidak bisa menjadi dasar yang kuat untuk pembenaran tindakan aparat.
“Ketika seorang meninggal apalagi di tangan aparat harus ada visum untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi,” jelasnya.
Ke depan, lanjut Sigit, secara internal, para atasan di Densus 88 juga perlu melakukan penyelidikan terkait kemungkinan adanya pelanggaran hukum dalam penanganan kasus tersebut.
Selain itu, juga harus ada SOP yang akuntabel saat Densus 88 melakukan penindakan ataupun operasi penangkapan. “Kontrol terhadap lembaga tersebut secara internal dan eksternal supaya tidak terjadi pelanggaran juga perlu dilakukan,” ucap Sigit.
Sementara terkait adanya tuntutan pembubaran Densus 88 dari sebagian masyarakat, Sigit menganggap, institusi tersebut masih diperlukan keberadaannya, mengingat ancaman terorisme itu nyata ada. Hanya saja, lembaga tersebut juga harus melakukan upaya perlindungan, serta kinerjanya disesuaikan tujuannya sehingga tidak kontra produktif. (Rep-03/Ed-03)