Aksi Warga Wadas memblokade jalan masuk desa, pada 23 April 2021 (dok. screenshot video ig wadas melawan)
JAKARTA (kabarkota.com) – Public Virtue mendesak agar kepolisian mengusut tuntas kasus penangkapan terhadap sembilan warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah (Jateng), dan dua pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang terjadi pada 23 April 2021 kemarin.
Ketua Dewan Pengurus Public Virtue, Usman Hamid menganggap, brutalitas polisi di Purworejo tersebut mencerminkan pemolisian yang tidak demokratis dan menciderai keadian sosial – ekologis.
“Pola ini mulai berulang dalam pengamanan proyek-proyek pembangunan infrastruktur dan kegiatan industri ekstraktif. Pemerintah harus melindungi kehidupan warga dan menghentikan cara-cara pemolisian yang tidak demokratis,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International ini melalui siaran pers yang diterima kabarkota.com, Sabtu (24/4/2021).
Peneliti keadilan sosial di Public Virtue, Naufal Rofi Indriansyah berpendapat bahwa pemerintah perlu melibatkan musyawarah warga, serta meninjau ulang proyek bendungan dan tambang di wilayah Bener, karena berpotensi merusak kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan warga.
Sebelumnya, pada Jumat (23/4/2021), sebanyak 11 orang ditangkap tanpa alasan jelas saat mereka menggelar aksi solidaritas menolak rencana pengukuran dan pematokan lahan untuk penambangan di Desa Wadas. Selain penangkapan, sembilan warga Wadas juga mengalami luka-luka akibat bentrokan warga dengan aparat.
Penolakan warga Wadas atas rencana penambangan batu andesit tersebut dipicu oleh terbitnya Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 509/41/2018 yang menetapkan Desa Wadas masuk ke
dalam area penambangan batuan andesit sebagai bahan proyek pembangunan Bendungan Bener yang ditargetkan beroperasi mulai tahun 2023. Bendungan ini merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dicanangkan
Presiden Jokowi.
Penambangan terbuka akan berjalan selama 30 bulan dengan cara pengeboran, pengerukan, dan peledakan dengan menggunakan 5.300 ton dinamit.
Tambang ini diharapkan dapat menghasilkan 15,53 juta meter kubik material batu untuk kebutuhan pembangunan bendungan.
Aktivitas penambangan akan mengancam 145 hektar lahan warga hilang, dan meningkatkan resiko bencana longsor, serta hilangnya 27 sumber mata air di wilayah tersebut.
Sebelumnya, LBH Yogyakarta juga menilai terdapat kelalaian dari Pemerintah Daerah (Pemda) Jateng karena telah mengeluarkan izin lingkungan tanpa melibatkan warga. Selain itu, Pemprov Jateng juga tidak taat terhadap rencana tata ruang wilayah yang diterbitkan, serta studi tentang kerentanan bencana longsor di wilayah Desa Wadas. (Ed-01)