Para Aktivis Antikorupsi saat melakukan jumpa pers di Kantor Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi UGM, jelang peringatan Hari Anti Korupsi se-Dunia pada, Selasa (9/12) besok. (Sutriyati/kabarkota.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Masyarakat Anti Korupsi (MAK) DIY dan Pusat Anti (Pukat) Korupsi FH UGM meminta, agar menggunakan pendekatan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam penegakan kasus tindak pidana korupsi (Tipikor). Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang juga anggota MAK, Samsudin Nurseha menganggap kasus korupsi berdampak pada kerugian masyarakat luas, sehingga itu merupakan bagian dari pelanggaran HAM berat.
Samsudin mencontohkan, kasus korupsi dana hibah Persiba Bantul yang hingga kini kasusnya belum tuntas, telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 12,5 Milyar. Padahal jika besaran dana tersebut digunakan untuk membiayai sektor pendidikan di DIY, maka uang tersebut dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur sekolah.
"Korupsi itu termasuk tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan, tetapi selama ini hukumannya rata-rata hanya 2-6 tahun sehingga cenderung tidak memberikan efek jera pada pelakunya," kata Samsudin dalam jumpa pers tentang Penyikapan Terhadap Pemerintahan Jokowi-JK atas Kinerja Pemberantasan Korupsi di Kantor Pukat Korupsi FH UGM, Senin (8/12).
Sementara, peneliti senior Pukat Korupsi FH UGM, Hifdzil Alim menilai bahwa terpilihnya Menteri Hukum dan HAM dan Jaksa Agung dari kalangan partai politik juga menimbulkan tanda tanya terkait kemitmen pemerintah untuk melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia, khususnya yang menyangkut kasus korupsi yang diduga dilakukan oleh para politisi. "Kami khawatir penegakan hukum antikorupsi tidak jalan. Atau kalau pun jalan cenderung tebang pilih," ungkap Hifdzil.
Pihaknya juga menyayangkan lambannya penuntasan kasus hukum dana hibah Persiba di Bantul yang melibatkan mantan bupati yang juga politisi dari PDIP yang notabene parpol penguasa. Sementara kasus-kasus yang melibatkan politisi dari Koalisi Merah Putih (KMP), seperti politisi Partai Golkar di Jawa Barat, dan politisi dari Partai Gerindra di Madura terkesan didahulukan.
Untuk itu, MAK DIY dan Pukat Korupsi FH UGM mendesak pemerintahan Jokowi-JK agar membuat dan menjelaskan secara kongkret kepada publik tentang agenda dan jaminan penegakan hukum antikorupsi.
Selain itu, mereka juga mendesak agar para penegak hukum di daerah yang terdiri dari Kejaksaan, Kepolisian, dan institusi eksekutif terkait, yakni Inspektorat dan BPKP dapat bekerja serius, serta tidak takut dengan kelompol politik tertentu dalam melakukan pemberantasan korupsi.
Termasuk, pemerintah daerah juga harus membuat inisiatif aksi daerah untuk pencegaha dan pemberantasan korupsi. Mengingat, selama ini angka korupsi di Pemda mencapai lebih dari 580 kasus, tetapi agenda pencegahannya hingga sekarang tidak jelas.
SUTRIYATI