Jumpa pers Pukat Korupsi FH UGM, Jumat (18/12). (sutriyati/kabarkota.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi Fakultas Hukum (FH) UGM kecewa dengan terpilihnya lima pimpinan baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Komisi III DPR RI. Kelima calon terpilih itu adalah Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, Alexander Marwata, Laode Muhammad Syarif, dan Saut Situmorang yang terpilih sebagai pimpinan KPK periode 2015-2019.
Peneliti Pukat Korupsi FH UGM, Oce Madril menganggap, para pimpinan KPK yang baru diragukan independensi, profesionalitas, dan keberpihakannya. Itu terbukti dengan ketidakpahaman mereka terhadap tujuan awal berdirinya lembaga antirusuah tersebut. Terlebih, beberapa dari mereka berasal dari institusi kepolisian dan intelijen yang notabene sangat bergantung terhadap institusinya.
“Misalnya Basaria Panjaitan, apakah mampu membereskan mafia di institusi penegak hukum yang melibatkan kepolisian?” Saut Situmorang dari BIN, apakah data2 ini akan dibocorkan? Kemudian juga Alexander Marwata yang sering melakukan desenting opinion untuk membela koruptor di persidangan,” sebut Oce saat menggelar jumpa pers di kantor Pukat Korupsi FH UGM, Jumat (18/12).
Tak hanya itu, empat dari lima pimpinan KPK terpilih periode 2015-2019 itu juga mendukung revisi Undang-Undang KPK yang cenderung mengarah pada pelemahan KPK. Bahkan, ada juga yang secara terang-terangan ingin menghentikan kasus BLBI yang kini tengah ditangani KPK.
“Yang patut diwaspadai koda troyanya karena kami menduga pimpinan KPK sekarang disiapkan mendukung revisi UU KPK yang nantinya justru akan membuat KPK mati suri,” ungkapnya.
Zainurrahman yang juga peneliti Pukat Korupsi FH UGM berpendapat bahwa mayoritas calon yang mendukung revisi undang-undang tersebut hanya ingin menyenangkan hati anggota dewan agar mereka terpilih.
“Tugas besar bagi masyarakat untuk mengawasi kinerja pimpinan KPK di masa mendatang supaya tidak menjadi alat kekuasaan,” ujarnya.
Meski begitu Peneliti Pukat Korupsi FH UGM lainnya, Hifdzil Alim menyatakan tidak perlu ada pemboikotan terhadap pimpinan KPK terpilih, karena justru akan menghilangkan KPK dan mengembalikan penegakan hukum kepada kepolisian dan kejaksaan. “Kalau ditolak itu hasil paripurna DPR-nya sehingga memungkinkan ada seleksi ulang dengan pansel yang baru,” imbuhnya. (Rep-03/Ed-03)