Ramai Isu Jual Beli Seragam di Sekolah, Begini Pengakuan Wali Murid di Sleman

Ilustrasi (dok. pixabay)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana merespon Expose Hasil Pemantauan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2022 yang dipublikasikan oleh Ombudsman RI Perwakilan DIY (ORI DIY) melalui sejumlah media massa, baru-baru ini.

Bacaan Lainnya

Pihaknya menganggap, statemen tersebut cenderung tidak berdasarkan fakta yang bisa dipertanggung-jawabkan dan bisa merugikan dunia pendidikan di DIY. .

“Sebaiknya hati hati jika menyampaikan sekolah melakukan pungli dan jualan seragam. Apalagi kemudian di generalisir semua sekolah mengambil keuntungan dengan jumlah yang fantastis,” kata Huda dalam siaran pers yang diterima kabarkota.com, 27 September 2022.

Menurut Huda, Jika ada laporan dugaan pelanggaran tersebut, semestinya diklarifikasi dan diselesaikan terlebih dahulu antar-pihak. Terlebih, sudah ada aturan yang jelas dari Dinas Pendidikan, termasuk dalam hal pengawasan dan pembinaan

“Semestinya kita membuat atmosfer positif untuk mendukung bangkitnya dunia pendidikan di DIY, pasca 2 tahun pandemi” harapnya.

Pihaknya juga mengimbau, agar masyarakat mendukung dan menjadi bagian dari penyelesaian masalah dunia pendidikan. Mengingat, permasalahan di sekolah saat ini sangat kompleks sehingga membutuhkan kerjasama yang baik dari semua stakeholders.

“Jika menemukan kesalahan atau kekurangan, sebaiknya diperbaiki dan mengingatkan dengan cara yang baik,” pintanya.

Pengakuan Sejumlah Wali Murid di Sleman

Sementara berdasarkan informasi yang dihimpun kabarkota.com, dari sejumlah wali murid baik sekolah negeri dan swasta di Sleman, pada Rabu (28/9/2022), mereka membenarkan adanya praktik jual beli seragam, baik melalui sekolah maupun melalui komite sekolah. Bahkan tidak hanya pada PPDB tahun 2022 saja, melainkan juga pada PPDB tahun-tahun sebelumnya. Meskipun, tidak semua sekolah mewajibkan para siswa untuk membeli melalui sekolah ataupun komite.

Wali murid salah satu SMP Negeri, Titi (nama samaran) mengaku, untuk masalah seragam sekolah, tidak ada kewajiban membeli di sekolah.

“Setiap tahun yang mengurusi (seragam) perwakilan orang tua wali murid (Komite Sekolah), bukan sekolahan, dan orang tua murid tidak harus membeli di sekolah, kalau mau membeli di luar juga boleh,” kata Titi kepada kabarkota.com.

Kebetulan, lanjut dia, anaknya mendapatkan baju bekas pakai yang masih bisa digunakan sehingga tidak semua seragam harus membeli yang baru.

“Saya membelikan baju olah raga,” sambungnya.

Mengingat, kata dia, tiap tahun seragamnya berganti warna. Dari sisi kualitas relatif baik, dengan harga beli di atas Rp 100 ribu per stel.

Lain halnya dengan pengalaman Desi (bukan nama sebenarnya) yang anaknya masuk SD swasta. Semua baju seragam harus membeli lewat sekolahan dengan harga sekitar Rp 500 ribu untuk 4 jenis seragam, termasuk dasi, topi, dan sabuk.

“Bayar uang seragamnya bisa dicicil selama 1 tahun sehingga tidak memberatkan,” ucap Desi.

Sedangkan Ani (nama samaran) yang anaknya sudah masuk SD Negeri sejak beberapa tahun lalu, juga menyampaikan bahwa ada praktik pembelian seragam melalui sekolah. Terutama untuk seragam batik identitas, dan baju olah raga.

“Kalau dilihat dari kualitas bahannya, harganya lebih malah sekitar 25 persen dari harga di pasaran,” tuturnya.

Sebelumnya, ORI DIY merilis Hasil Pemantauan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2022. Salah satu yang menjadi sorotan terkait jual beli seragam di sekolah.

Kepala Bidang Pencegahan Maladministrasi ORI DIY, Chasidin mengungkap, modus baru yang dilakukan oleh oknum, yakni sekolah tidak menyampaikan sendiri ke wali murid, melainkan mengundang toko kain yang bekerjasama untuk persentasi item-item yang dijual beserta harganya.

Fakta di lapangan, seragam yang dijual dari sekolah lebih mahal 25 sampai 100 persen dari harga normal. Dengan rata-rata keuntungan sekitar Rp 300 ribu per paket,” sebut Chasidin dilansir dari suara.com, pada 26 September 2022.

Pihaknya juga menyebut, rata-rata ada 200 siswa baru di masing-masing sekolah. Jika diambil setengah di antaranya, dengan nominal per anak membayar Rp300 ribu, -lalu dikali jumlah sekolah se-DIY- , maka angka tersebut mencapai Rp10 miliar.

Padahal, menurutnya, sudah banyak aturan yang melarang jual beli seragam di sekolah. Salah satunya Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014. Permendikbud tentang Komite Sekolah tersebut mengatur bahwa sekolah dan komite dilarang mengadakan seragam sekolah. Namun dalam kenyataannya masih banyak laporan yang masuk soal penyelenggaraan pengadaan seragam sekolah lewat Paguyuban Orang Tua (POT). (Rep-01)

Pos terkait