Refleksi Akhir Tahun 2019: FH UII Yogya Soroti 6 Persoalan Ini

Logo (dok. fh uii)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Jelang akhir tahun 2019, Sivitas Akademika Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mencatat enam permasalahan hukum yang menjadi keprihatinan mereka.

Bacaan Lainnya

Dalam Refleksi Akhir Tahun 2019 Bidang Hukum, Dekan FH UII Yogyakarta, Abdul Jamil menyebut enam persoalan hukum tersebut menyangkut kontestasi Pemilu 2019, pembahasan sejumlah RUU kontroversial di akhir DPR periode 2014-2019, potret suram pemberantasan korupsi, konflik agraria hingga berbagai pelanggaran HAM yang masih terjadi.

“Di luar itu, beberapa elit politik juga mewacanakan amandemen UUD 1945 dengan isu amandemen yang sangat kontroversial, seperti penambahan masa jabatan presiden dan menghidupkan GBHN,” kata Jamil dalam siaran pers yang diterima kabarkota.com, Sabtu (28/12/2019).

Pertama, pihaknya menjelaskan, dinamika konstestasi Pemilu 2019 yang menghabiskan triliunan rupiah bahkan hilangnya ratusan nyawa, seakan berjalan anti-klimaks.

“Pemilu di Indonesia yang diharapkan sebagai instrumen demokrasi paling beradab ternyata telah melahirkan sikap pragmatisme di kalangan elit,” sesalnya.

Selain itu, Pemilu 2019 juga terkesan membenarkan sinyalemen masyarakat bahwa telah terjadi kekuasaan yang oligarkhis secara nyata dan menumbuh-suburkan praktik dinasti politik.

Kedua, lanjut Jamil, pembahasan sejumlah RUU kontroversial, seperti RUU Pertanahan, RUU Minerba, dan RUU KPK, pada masa akhir masa jabatan DPR periode 2014-2019 semakin menunjukkan pembangunan hukum di Indonesia yang tanpa desain matang. Bahkan, beberapa RUU, termasuk RUU KPK mendapatkan penolakan masyarakat. Namun, penolakan itu tidak membuat DPR dan Pemerintah mengurungkan niat untuk melanjutkan pembahasan.

Ketiga, menurut Jamil, upaya pelemahan sistematis agenda pemberantasan korupsi. Pasca pemilihan pimpinan KPK yang penuh kontroversi, DPR dan Pemerintah bersepakat untuk memperlemah KPK, melalui revisi kedua UU KPK. Keempat, konflik agraria yang marak terjadi di tahun 2019 berkaitan status kepemilikan. Di tahun ini, pemerintah juga menyusun RUU Pertanahan yang dinilai kontroversial karena bertentangan dengan semangat UU Pokok Agraria.

Kelima, imbuh Jamil, penuntasan danpengungkapan kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang belum usai, masih bertambah dengan pelanggaran HAM lainnya. Pihaknya mencontohkan, kekerasan aparat dalam penanganan aksi demontrasi, penguasaan lahan karena alasan pembangunan, tindakan rasisme sekelompok masyarakat, pelarangan ibadah oleh sekelompok orang, hingga pelarangan ceramah dan diskusi.

Keenam, Jamil menambahkan, rencana elit melakukan amandemen UUD 1945 kental dengan alasan politis dan kepentingan sesaat. Selain itu, gagasan atau isu amandemen tersebut belum tentu dibutuhkan masyarakat. Padahal, UUD 1945 sebagai hukum dasar merupakan buah dari kebutuhan hukum masyarakat.

Berdasarkan catatan tersebut, sivitas akademika FH UII Yogyakarta secara tegas menolak sikap elit yang membangun kekuasaan oligarkhis dan menyuburkan bibit dinasti politik. Sebab, selain tak sesuai semangat reformasi, sikap tersebut juga bertentangan dengan prinsip demokrasi yang memberi ruang luas bagi rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan politik.

“Penyusunan Prolegnas 2020 – 2024 harus dijadikan sebagai momentum untuk membuktikan bahwa pembangunan hukum ke depan memiliki desain matang, bukan sekedar karena kebutuhan pragmatisme sesaat sekelompok elit,” harapnya.

Pihaknya juga meminta agar Pemerintah dan DPR serius menjalankan agenda pemberantasan korupsi, dengan menolak segala bentuk pelemahan KPK.

“Pada kontek ini, kami sedang berikhtiar untuk mengembalikan kewibawaan KPK dalam pemberantasan korupsi melalui judicial review UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK di Mahkamah Konstitusi,” ungkap Dekan.

FH UII juga mendesak kehadiran Negara dalam penanganan konflik agraria dengan mengedepankan hak dan kepentingan masyarakat, serta meminta pemerintah menyelesaikan pelanggaran HAM

“Kami menolak rencana sebagian elit yang melakukan amandemen UUD 1945 dengan berorientasi pendek dan pragmatis. Tetapi kami akan mendorong amandemen tersebut, sepanjang untuk penguatan demokratisasi dan jaminan HAM,” tegas Jamil. (Rep-03)

Pos terkait