Revisi UU KPK terkait Pemilu?

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Yogyakarta, Minggu (14/2/2016) siang, menyatakan pernyataan sikap “Jogja Gumregah Tolak Revisi UU KPK,” di kantor PP Muhammadiyah. (sutriyati/kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang telah masuk ke DPR mengundang reaksi penolakan keras dari para pegiat antikorupsi di Yogyakarta.

Bacaan Lainnya

Berbagai elemen yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Yogyakarta, Minggu (14/2/2016) siang, menyatakan pernyataan sikap “Jogja Gumregah Tolak Revisi UU KPK,” di kantor PP Muhammadiyah.

Mantan pimpinan KPK, Busyro Muqqodas menyebutkan, selama ini, telah 18 kali upaya pelemahan KPK dilakukan oleh Pemerintah maupun DPR, dengan berbagai dalih.

“Revisi 18 kali karena 2017 akan ada Pilkada serentak. Siapa yang tidak butuh duit? Tahun 2019 juga akan ada Pileg dan Pilpres. Satu-satunya lembaga yang masih independen adalah KPK, sehingga ingin dilemahkan melalui Undang-undang,” anggap Tokoh Muhammadiyah ini.

Menurutnya, upaya pelemahan lembaga antirusuah yang berkali-kali tersebut sama saja sebagai bentuk penghianatan terhadap reformasi.

Zaenal Arifin Mochtar dari Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi Fakultas Hukum (FH) UGM menambahkan, catatan penting dari revisi UU KPK yang tiba-tiba ditukarguling antara pemerintah dan DPR, terkait siapa yang menginisiasi juga menjadi pertanyaan besar bagi publik.

Terlebih, empat poin utama yang diusulkan dalam revisi UU KPK tidak bisa menjadi alasan bagi DPR maupun Pemerintah untuk melakukan perubahan undang-undang. Mengingat, empat hal yang menyangkut pembentukan dewan pengawas, penyadapan, penyelidik dan penyidik KPK, serta kewenangan KPK mengeluarkan SP3, tidak masuk akal.

“Dalam menetapkan tersangka, KPK menggunakan dua alat bukti yang lengkap. Hal itu berbeda dengan polisi dan kejaksaan yang hanya menggunakan saru alat bukti atau berdasar pada pembuktian awal sehingga memungkinkan untuk mengeluarkan SP3,” jelas Zaenal.

Sementara Budayawan yang menyuarakan Seni Indonesia Berkabung, Sunardi memprediksi, KPK masih akan menjadi bulan-bulanan hingga 2019 mendatang. “Satu-satunya harapan yang bisa memperjuangkan KPK adalah rakyat,” sebutnya.

Karenanya, Koalisi menuntut agar seluruh fraksi di DPR membatalkan rencana pembahasan revisi UUk KPK di sidang paripurna mendatang. Selain itu, mereka juga mendesak agar Presiden, Joko Widodo menolak pembahasan revisi UU tersebut dengan tidak mengeluarkan Surat Presiden yang menyetujui pembahasan revisi UU bersama DPR.

Masyarakat juga diimbau untuk menghukum partai-partai politik pendukung revisi UU yang melemahkan KPK dengan cara tidak kanidat yang mereka usung, dalam Pilkada 2017 mendatang.

Selain menyatakan sikap, Koalisi juga menggalang tanda tangan dukungan penolakan atas revisi UU KPK di halaman kantor PP Muhammadiyah. (Rep-03/Ed-03)

Pos terkait