Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) puluhan perwakilan guru TK se Kota Yogyakarta dengan pimpinan komisi D DPRD Kota Yogyakarta, Rabu (8/8/2018). (sutriyati/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Yogyakarta menyatakan tak segan untuk mengkaji ulang anggaran untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang selama ini menempel di Dinas Pendidikan (Disdik), jika permasalahan yang dihadapi guru-guru TK se Kota Yogyakarta tak segera terselesaikan.
Hal tersebut ditegaskan salah satu pimpinan Komisi D DPRD Kota Yogyakarta, Antonius Fokki Ardianto usai menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan puluhan perwakilan guru TK se Kota Yogyakarta, Rabu (8/8/2018).
Puluhan guru dari PNS maupun non PNS mengadukan kepada dewan Kota Yogya terkait dengan kebijakan rotasi dan mutasi mereka yang dianggap tak sesuai aturan, karena dilakukan dalam waktu yang relatif pendek, yakni 2-3 bulan. Selain itu, mereka juga menyampaikan tentang kebijakan penutupan sejumlah sekolah yang dilakukan oleh Tim Penggerak (TP) PKK Kota Yogyakarta. Padahal, kebanyakan siswa yang belajar di sana berasal dari kalangan masyarakat kurang mampu.
Menurut Fokky, sebenarnya rotasi-mutasi guru merupakan hal yang biasa di dunia pendidikan. Hanya saja, waktu yang terlalu cepat antara 2-3 bulan itu yang membuat ketidaknyamanan mereka. Terlebih ada indikasi, kebijakan tersebut dilakukan oleh beberapa oknum TP PKK yang diduga hanya berdasarkan suka atau tidak suka.
“Ini (rotasi-mutasi guru) kemungkinan karena ada persoalan-persoalan pribadi di antara mereka yang dibawa ke ranah organisasi,” kata Fokky di kantor DPRD kota Yogyakarta.
Pihaknya menyayangkan itu karena ketika pendekatan kekuasaan yang digunakan, maka yang dikorbankan kemudian adalah anak didik. Untuk itu, DPRD Kota Yogyakarta juga meminta agar ada moratorium untuk rotasi-mutasi dan juga penutupan sejumlah sekolah TK di wilayahnya.
Menanggapi soal moratorium itu, Kepala Bidang Pendidikan Non Formal (Kabid PNF) Disdik Kota Yogyakarta, Sugeng Mulyo Subono menyatakan, pihaknya akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan masyarakat setempat sebagai dasar pembuatan kebijakan Disdik. “Ketika ada regrouping ataupun dibubarkan itu masyarakat rela atau tidak? Akan merasa terlayani atau tidak?” ucap Sugeng.
Sementara saat RDPU, salah satu guru TK, Woro mengaku, dirinya sempat merasa sangat kecewa dengan keputusan pemindahannya dari TK di wilayah Tegalrejo ke Gondomanan. Terlebih, ia dipindahkan dengan alasan ketidaksukaan pengurus terhadapnya.
“Alasan saya dirotasi kenapa? katanya karena saya tidak akur dengan kepala sekolah. Itu dimonitoring dari mana?” sesal woro.
Oleh karena itu, dalam tuntutannya, para guru se Kota Yogyakarta meminta agar kebijakan rotasi-mutasi dikembalikan kepada Disdik yang berkoordinasi dengan pengawas TK di lingkungan masing-masing. Permintaan selanjutnya, guru-guru terutama yang non PNS tidak lagi dipindahkan karena selama ini mereka digaji oleh sekolah masing-masing, sesuai kemampuan mereka.
Guru TK se Kota Yogyakarta juga mendesak adanya sanksi tegas terhadap sejumlah oknum pengurus TP PKK yang dinilai melampaui batas kekuasaannya. Mengingat, kepengurusan TP PKK sebenarnya telah berakhir sejak tahun 2016 lalu. Pengembalian TK PKK sebagai organisasi peofesional juga menjadi keinginan mereka. Termasuk, pemberian jaminan keamanan bagi para guru, serta pergantian pengurus TP PKK secepatnya. (sutriyati)