Salah satu kegiatan SP Kinasih di Kulon Progo, pada Jumat (23/9/2022). (dok. istimewa)
KULON PROGO (kabarkota.com) – Dalam rangka menyambut Hari Tani tahun 2022 ini, SP Kinasih dan Komunitas Perempuan Kharisma menggelar sejumlah kegiatan yang dipusatkan di Kalurahan Banjararum, Kapanewon Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, pada Jumat (23/9/2022).
Salah satu panitia kegiatan, Hikmah Diniyah menyebutkan sejumlah kegiatan itu diantaranya menikmati makanan lokal, display kebun kelompok, dan berbagi cerita perempuan petani.
“Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan penghargaan dan pengakuan atas perjuangan para perempuan petani yang selama ini konsisten menyebarluaskan pertanian lestari,” kata Hikmah dalam siaran persnya.
Menurutnya, selama ini, masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agraris karena mayoritas mata pencaharian penduduknya bercocok tanam. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kondisi pertanian di tanah air justru memprihatinkan.
Alih fungsi lahan produktif (pangan) mmenjadi beragam bentuk, seperti apartemen, hotel, pusat perbelanjaan, perumahan, bandara hingga bendungan terlihat masif hampir di semua daerah, termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Jawa Tengah (Jateng).
Di DIY, sambung Hikmah, ada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Namun, regulasi terebut tidak mampu membendung laju alih fungsi lahan.
“Artinya, efektifitas kebijakan ini masih jauh panggang dari api. Menyempitnya lahan pertanian menjadi ancaman serius kedepan, yaitu terjadinyakerawanan pangan,” ucap Hikmah dalam siaran pers yang diterima kabarkota.com, Jumat (23/9/2022).
Messidah selaku Ketua Komunitas Kharisma membenarkan kondisi tersebut. Bahkan situasi sekarang diperparah dengan rusaknya lahan yang masih tersisa karena pola pertanian mekanik yang merusak tanah. Biaya produksi pertanian juga semakin mahal sehingga harga jual hasil panennya tidak sepadan dengan ongkos produksinya.
“Tidak pernah ada dalam sejarah petani, terutama petani padi yang mengalami kenaikan harga jual gabah hingga Rp 20 ribu per kg… Sementara impor beras… terus dilakukan dengan harga di bawah harga petani lokal. Petani makin miskin,” sesal Messidah.
Ngatinah sebagai petani Wadon Wadas Purworejo mengaku, bahwa selama ini sebenarnya masyarakat di Wadas sudah makmur dan sejahtera dengan hasil pangan, seperti durian, gula aren, kemukus, kopi, dan petai. Akan tetapi, rencana tambang di Wadas membuat mereka khawatir akan kehilangan sumber pangan tersebut nantinya.
Oleh karena itu, Ketua Solidaritas Perempuan Kinasih, Sana Ullaili mendesak agar berbagai praktik perampasan tanah (land grabbing) dengan dalih pembangunan untuk kepentingan umum yang makin masif segera dihentikan agar petani tak makin punah.
Sementara Herni Saraswati dari Perempuan Petani Lestari berpendapat bahwa sebenarnya para petani bisa keluar dari kemiskinan, jika mampu menerapkan pola pertanian lestari yang menggunakan olahan dedaunan dan kotoran ternak, serta sistem pertanian non monokultur yang sekaligus akan menyehatkan tanah dan tanaman.
“Perubahan pola pertanian sangat penting sehingga petani dapat keluaran dari situasi ketergantungan yang memiskinkan dan berdaulat atas pupuk atau nutrisi, benih, dan harga jual,” tegasnya.
Menurut Herni, sudah waktunya pemerintah mengkaji kembali efektivitas implementasi Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, serta UU Nomor 41 Tahun 2019 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Pada Peringatan Hari Tani yang akan jatuh pada 24 September besok, SP Kinasih bersama Kelompok Perempuan Karisma, dan Wadon Wadas juga menyampaikan tujuh tuntutan kepada pemerintah. Pertama, hentikan alih fungsi lahan produktif pertanian menjadi lahan non produktif. Kedua, batalkan rencana pertambangan, dan cabut IPL di Wadas. Ketiga, hentikan impor benih, gabah, dan beras. Keempat, hentikan pola pertanian mekanik yang merusak tanah, menjerat petani, dan memiskinkan. Kelima, kembalikan pola pertanian lestari. Keenam, berikan jaminan kesejahteraan petani miskin, perempuan petani, dan buruh tani. Ketujuh, wujudkan reformasi agraria dan pertanian yang adil gender. (Ed-02)