Sebagai Penggerak Ekonomi, Perempuan Belum Sepenuhnya Diberdayakan

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohanna Susana Yembise. (Ahmad Mustaqim/kabarkota.com)

SLEMAN (kabarkota.com) – Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwikorita Karnawati mengungkapkan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam menggerakkan perekonomian. Akan tetapi, peran tersebut belum sepenuhnya tergarap.

Bacaan Lainnya

Pihaknya mengaku ikut berkomitmen untuk membantu menjadi pilar kemajuan. Kuncinya, kata Dwikorita, perempuan bisa diberdayakan. Apabila bisa terealisasi, hal itu akan dapat mewujudkan mimpi Indonesia untuk menjadi kekuatan ekonomi ke 6 atau 5 di dunia.

"Indonesia akan mendapat bonus demografi pada 2030. Mimpi akan terwujud apabila ibu-ibu dibentuk agar memiliki daya saing yang kuat," kata Dwikorita dalam pembukaan sarasehan bertema "Menguatkan Inovasi Akar Rumput: Peran Perempuan dan Tanggung Jawab Pemerintah" di Graha Sabha Pramana, UGM, Sabtu (6/12).

Menurutnya, rencana pembuatan tol laut oleh pemerintah harus dilakukan antisipasi. Antisipasi itu ditujukan pada tingkat kesiapan pada penduduk, termasuk perempuan, di desa yang berdekatan dengan lokasi tol laut itu. Baik perubahan sosial maupun ekonomi. "Etnik apapun, jika perempuan tidak diberdayakan, programnya akan mengalami kegagalan," kata dia.

Pendiri Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (Hapsari), Lely Zaelani mengatakan, perempuan dapat menyumbang kesejahteraan apabila diberdayakan. Dengan kemandirian, akan membuat perempuan tidak tergantung pada suami.

Selain itu, kata Lely, kemandirian akan membuat perempuan punya lebih banyak waktu untuk beraktivitas dan berinovasi. Pihaknya meminta supaya pemerintah lebih memperhatikan dan memberi perlindungan terhadap perempuan. "Jangan sampai ada organisasi perempuan dituduh sebagai Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia, versi PKI) seperti dulu," ujar Lely.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohanna Susana Yembise mengungkapkan, memang saat ini populasi penduduk perempuan memang tinggi di Indonesia. Presentasenya, ada sebanyak 49,65 persen perempuan dan juga 33 persen anak laki-laki dan perempuan.

Meski dengan populasi dominan, kata Yembise, masih ada beragam masalah yang dihadapi. Masalah itu diantaranya, ada sebanyak 8,30 persen perempuan yang masih buta huruf, tingginya angka pernikahan di bawah usia 16 tahun, serta rentan akan tindak kekerasan.

"Mereka harus mendapat pendidikan. Mereka layak memperoleh perhatian," katanya.

Menurut Yembise, beberapa kelemahan yang pemerintah hadapi sejauh ini yakni kurangnya koordinasi antara lembaga, minimnya monitoring, kurang adanya sosialisasi, dan rendahnya kesadaran perempuan. Yembise berjanji akan memperjuangkan agar perempuan terangkat harkat dan martabatnya.

AHMAD MUSTAQIM

Pos terkait