Ketua KY Th. 2005-2010, M. Busyro Muqqodas (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Dua mantan Ketua Komisi Yudisial (KY), M. Busyro Muqqodas dan Suparman Marzuki menyurati Pimpinan dan anggota KY RI, pada Kamis (5/8/2021). Surat tersebut dilayangkan karena adanya gejala menguatnya pengabaian prinsip transparan, akuntabel, dan partisipasif alam seleksi Calon Hakim Agung (CHA) tahun 2021 ini.
Ketua KY Th. 2005-2010, M. Busyro Muqqodas berpendapat bahwa penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan secara transparan, akuntabel dan partisipatif menjadi salah satu tuntutan dalam berdemokrasi dan bernegara di Negara hukum.
“Ini telah dipahami dan disadari oleh masyarakat sehingga ritik serta tuntutan hukum dan politik selalu menguat, jika pemegang kekuasaan atau kewenangan menyimpang dari ketiga prinsip tersebut,” kata Busyro dalam siaran pers yang diterima kabarkota.com, Kamis (5/8/2021).
Menurut mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini, pelaksanaan CHA tahun 2021 bertepatan dengan pengabaian tiga prinsip tessebutm yang ditandai dengan terjadinya proses pembahasan dan pengesahan revisi Undang-Undangn (UU) KPK, UU Minerba, revisi UU MK dan UU Omnibus Law, hingga pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK yang menjadi sorotan publik.
Kondisis tersebut, lanjut Busyro, diperburuk dengan semakin melemahnya komitmen terhadap pemberantasan korupsi, seperti rendahnya tuntutan dan hukuman serta diskon vonis besar-besaran terhadap sejumlah narapidana korupsi yang mengajukan Kasasi dan atau Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
Busyro menjelaskan, dalam konteks realitas tersebut, peran MA sebagai pemegang kekuasaan peradilan tertinggi. Sekaligus, menjadi harapan terakhir masyarakat atas tegaknya proses peradilan yang adil dan objektif, dengan perhatian utama pada KY dalam menjalankan mandat konstitusionalnya.
“Di situlah maksud dari para perumus UUD 1945, yakni memberikan kewenangan seleksi hakim agung kepada KY agar KY dapat memilih hakim-hakim agung yang memiliki integritas dan kompetensi dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara,” sambungnya.
Sementara Ketua KY th 2013-2015, Suparman Marzuki menilai, proses seleksi yang dilakukan KY tidak sepenuhnya berjalan transparan, akuntabel dan partisipatif. Bahkan dalam proses wawancara, KY secara jelas melanggar Pasal 18 ayat (1) dan (2) UU No. 18 Tahun 2011 , serta Pasal 2, Pasal 21 ayat (1) dan (6) Peraturan Komisi Yudisial No. 2 Tahun 2016.
Untuk itu pihaknya mendorong agar Komisioner KY menegakkan martabat dan kehormatannya sebagai lembaga negara independen, dan menunjukkan serta meneguhkan personalitinya yang jujur, profesional dan bertanggung-jawab. Diantaranyam dengan melakukan penelusuran rekam jejak CHA dengan sangat ketat, dan tidak meloloskan calon-calon yang memiliki catatan buruk secara personal sebagai pribadi, dan profesional sebagai hakim.
“KY perlu kembali meningkatkan peran aktif elemen masyarakat sipil dalam agenda akselerasi reformasi peradilan sebagai wujud pengharkatan atas demokrasi dan prinsip negara hukum,” pintanya. (Ed-01)