Armada Shuttle Wisata Si Thole (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Belasan turis manca negara menuju ke shuttle wisata Si Thole usai turun dari Bus Wisata di Tempat Khusus Parkir (TKP Ngabean). Mereka hendak mengunjungi wisata jeron benteng di Kawasan Alun-alun Utara.
Sekilas, shuttle wisata jeron benteng tersebut terlihat biasa. Namun, ada armada berwarna hijau milik Koperasi Forum Komunitas Kawasan Alun-alun Utara (FKKAU) Yogyakarta tersebut ternyata tak biasa karena menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) solar dari hasil olahan sampah plastik. Itu terlihat dari stempel besar berwarna kuning di kanan, kiri, dan belakang mobil yang bertuliskan: “Mobil Ini sudah Pakai BBM dari Sampah Plastik Loh!”
Sekretaris Koperasi FKKAU Yogyakarta, Krisnadi Setyawan mengatakan, ide menggunakan BBM hasil olahan sampah dari Yayasan Get Plastic itu bermula dari keprihatinan terhadap problem pengelolaan sampah di kota Yogyakarta. Terlebih sektor pariwisata menjadi salah satu penyumbang sampah terbesar.
“Kami berpikir, apa yang bisa kami lakukan karena bagaimana pun sektor pariwisata menjadi penyumbang sampah yang signifikan,” kata Krisnadi di TKP Ngabean, baru-baru ini.
Selain itu, pihaknya juga menyadari, bahwa berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Nomor 2 Tahun 2024 tentang Kawasan Cagar Budaya Sumbu Filosofi itu salah satu poinnya menyebutkan, transportasi dalam kawasan adalah transportasi ramah lingkungan.
“Ini menjadi landasan berpikir kami untuk mencari solusi karena kalau tidak, lama-lama transportasi ini bisa diganti dengan mobil listrik yang harganya lebih mahal,” sambungnya. sementara mobil listrik itu mahal,” sambungnya.
Di lain pihak, sebut Krisnadi, Yayasan Get Plastic juga membutuhkan wadah untuk melakukan sosialisasi pre event Get The Fest yang akan digelar di Kompleks Candi Prambanan, pada Bulan Oktober 2024 mendatang. Nantinya, BBM yang akan digunakan untuk mendukung acara tersebut 100 persen dari solar hasil pengolahan sampah plastik.
“Ini kolaborasi yang ketemu. Mereka ingin menyampaikan sosialisasi, sementara kami membutuhkan solusi,” anggap pria yang kini juga menjadi anggota DPRD Kota Yogyakarta ini.
Menurutnya, di beberapa negara, penggunaan BBM hasil olahan sampah sudah biasa. Bahkan di Jepang, ada satu pulau yang energinya disuplai sepenuhnya dari hasil pengolahan sampah.
Sementara di Indonesia, kata Krisnadi, baru Yayasan Get Plastic yang merekayasa mesin pirolisis untuk mengolah sampah plastik menjadi BBM berupa solar, bensin, dan minyak tanah. Bahkan, solar yang mereka hasilkan siap pakai.
“Makanya, saya berani mengklaim bahwa angkutan umum pertama di Indonesia yang menggunakan solar dari hasil olahan sampah plastik baru Si Thole ini,” tegasnya.
Dengan target penggunaan BBM solar 400 liter sebulan per satu armada, ucapnya, Koperasi FKKAU sekaligus ingin menyampaikan kepada pesan kepada masyarakat dan pemerintah bahwa sebenarnya pengolahan sampah itu bisa beragam caranya, tinggal kemauan mereka untuk meresponnya.
“Kami sudah menunjukkan bahwa mobilnya bisa dipakai. Sudah lebih dari seminggu dan tidak ada masalah. Kinerjanya juga tidak jauh beda dengan solar Pertamina. Masyarakat bisa menilai, dan tinggal kemauan pemerintah untuk mengelola sampah,” tuturnya.
Krisnadi berpendapat bahwa ketika ini bisa direalisasikan oleh pemerintah dalam skala industri dengan menggandeng pihak swasta, maka kebijakan itu secara otomatis bisa mengurangi subdisi BBM, dan menjadi sumber suplai energi listrik yang bisa digunakan juga untuk kendaraan listrik.
“Cita-cita kami, jika nanti memiliki mesin sendiri, maka bisa memproduksi solar secara mandiri sehingga ketika armada Si Thole harus berubah menjadi mobil listrik, maka kami sudah memiliki pembangkit listrik sendiri,” harapnya.
Jodi, salah satu sopir shuttle wisata Si Thole juga membenarkan bahwa selama penggunaan BBM solar hasil olahan sampah plastik, performa mesin tetap normal dan bahkan cenderung lebih baik dibandingkan dengan penggunaan solar biasa.
“Tarikannya lebih responsif ini daripada solar biasa,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Jodi juga berharap agar nantinya stok BBM tersebut diperbanyak agar bisa digunakan untuk kendaran-kendaraan lainnya.
Go Green: Sampah Plastik low Value Diolah dengan Teknologi Ramah Lingkungan
Sementara itu, Supriyani Wulandari alias Dani selaku founder Bank Sampah Go Green yang dipercaya Yayasan Get Plastic untuk mengelola sampah plastik menjadi BBM solar, menjelaskan bahwa sampah plastik yang diolah adalah jenis sampah low value, seperti bungkus kemasan makanan yang banyak dihasilkan dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di bidang Food and Baverage (F & B), seperti Warmindo dan angkringan.
Guna mendukung proses produksi BBM, Dani mengaku mendapatkan banyak donasi sampah plastik jenis tersebut dari para pelaku UMKM dan bank-bank sampah lainnya.
“Mereka juga merasa terbantu, karena selama ini bingung ke mana membuang sampah plastiknya,” kata Dani.
Untuk menghasilkan BBM dalam berbagai jenis, Dani menerangkan, sampah plastik diolah dengan metode pirolisis.
“Namun karena BBM yang dibutuhkan dalam event Get The Fest besok adalah solar, maka kami setting temperaturnya untuk menghasilkan solar dan gas polipropena (PP) yang sebenarnya bisa digunakan untuk memasak, serta menghasilkan karbon residu atau karbon hitam (black carbon) dari sampah plastik yang tidak bisa terproses sempurna,” papar Waste Management Supervisor Get The Fest untuk Pengolahan Sampah Plastik di Cupuwatu, Kalasan, Sleman ini.
Perempuan berkacamata ini mengatakan, dari 10 kg plastik jenis PP yang diolah dengan pirolisis, bisa menghasilkan sekitar 10,25 liter solar.
Proses pengolahannya, jelas Dani, sampah plastik dimasukkan ke dalam tabung reaktor dan ditunggu temperaturnya mencapai 250 – 300 derajat celcius baru bisa menghasilkan uap. Setiap 30 menit, uap ini ditangkap dan dicairkan menjadi solar 1-2 liter. Kemudian dicek lagi setiap setengah jam hingga menghasilkan 8 – 9 liter solar, baru bisa menandakan proses pengolahannya selesai.
“Tanda lain bahwa proses pengolahannya selesai adalah temperaturnya turun,”jelas Dani.
Meski demikian, Dani menyampaikan, tantangan dalam menjaga kualitas BBM dari hasil pengolahan sampah plastik dengan metode pirolisis ini adalah pemilahan jenis sampah plastik yang masih dilakukan secara manual. Sementara, tidak semua jenis
“Kami menghindari sampah jenis PVC, seperti paralon karena kualitas BBM-nya bisa menjadi sangat buruk. Hasilnya agak kehitaman sehingga harus diproses ulang,” tegasnya.
Dani menyebut, jenis plastik yang bisa diolah dengan mesin pirolisis itu antara lain: plastik warna, plastik kresek, plastik lembaran, styrofoam, dan plastik multi layer yang berlapis alumunium voil.
Menurutnya, jika sampah plastik yang diolah tercampur dengan jenis plastik lain yang tidak bisa diolah, maka proses pengolahannya bisa mengeluarkan asap. Padahal seharusnya tidak karena bukan pembakaran melainkan pemanasan untuk menghasilkan uap.
Melalui pengolahan sampah plastik yang tidak memiliki nilai jual yang tinggi ini, Dani berharap, tidak ada lagi sampah plastik yang masuk ke perairan hingga mencemari lingkungan karena ada solusi untuk mengolahnya dengan teknologi yang ramah lingkungan. (Rep-01)