GKR Hemas (dok. Kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Ketidakhadiran anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal DIY, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas di ruang Sidang Paripurna karena alasan tak mengakui kepemimpinan Oesman Sapta Odang (OSO), dinilai tak bijak.
Hal tersebut sebagaimana disampaikan Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Anang Zubaidy kepada kabarkota.com, di Yogyakarta, Senin (31/12/2018).
Anang menganggap, alasan yang dikemukan GKR Hemas tersebut sebagai alasan pribadi, bukan institusional. Padahal, semestinya dalam sebuah organisasi, termasuk lembaga Negara seperti DPD RI, ketika ada dua kubu yang berseberangan, dan salah satu pihak memenangkan “pertarungan”, maka kubu yang kalah, harus menerima kekalahannya, dan siap dengan konsekuensinya. Salah satunya, dengan menaati perintah pimpinannya.
Proses kepemimpinan itu, lanjut Anang, meliputi dua aspek, yakni aspek hukum berupa legalitas, dan aspek politik dalam bentuk legitimasi.
Dari sisi legalitas, kata Anang, meskipun ada perdebatan, karena itu diakui dan diketok palu dalam rapat paripurna di lingkungan DPD sekarang, maka tak ada lagi permasalahan. Begitu pun dengan sisi legitimasi, lanjut Anang, maka sudah tak ada catatan lagi.
Selain itu, menurutnya, persoalan yang terjadi di DPD saat ini merupakan permasalahan internal yang tak semestinya diumbar ke eksternal. Melainkan diselesaikan di internal DPD.
“Senator atau pejabat publik itu kan mempunyai standar legalitas yang tinggi, standar integritas, kemampuan, dan kebijaksanaan yang seharusnya di atas rata-rata masyarakat,’ anggap Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) UII ini.
Apa yang dilakukan GKR Hemas itu, lanjut Anang, seolah justru ingin menunjukkan kepada masyarakat, kalau ada yang tak setuju dengan pemimpin, maka tidak perlu menaati apa kata pimpinan.
“Itu kan tidak pas. Semestinya, apapun kondisinya, meskipun tidak terima dengan keputusan itu, termasuk kalau ada dalam Undang-Undang, maka tetap harus dipatuhi,” tegasnya.
Sebelumnya, pada 20 Desember 2018 lalu, Badan Kehormatan (BK) DPD RI memberhentikan sementara GKR Hemas sebagai senator, karena.selama belasan kali berturut-turut tak menghadiri sidang dan rapat-rapat di DPD RI.
Sementara, saat menggelar jumpa pers di Yogyakarta, 21 Desember 2018, Istri Gubernur DIY ini berdalih, ketidakhadirannya dalam sidang dan rapat-rapat DPD sebagai bentuk penolakannya atas pengambil-alihan kepemimpinan oleh OSO yang ia anggap menyalahi aturan.
Pada kesempatan tersebut, GKR Hemas secara tegas juga menolak pemberhentian sementara dirinya dari anggota DPD RI. “Keputusan BK memberhentikan sementara itu tanpa dasar hukum, bahkan mengesampingkan ketentuan pasal 313 UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3,” ucap Hemas. (Rep-01)