Koordinator KontraS, Haris Azhar (harianterbit.com)
JAKARTA (kabarkota.com) – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengaku prihatin dengan kondisi dan situasi yang dialami oleh para pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di wilayah Kalimantan yang baru-baru ini mendapatkan penolakan dan kekerasan dari warga Mempawah, Kalimantan Barat.
Koordinator KontraS, Haris Azhar mendesak, agar Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) segera memerintahkan jajarannya untuk menghentikan pernyataan-pernyataan bernada provokatif terkait Gafatar, dan lebih berfokus pada upaya perlindungan dan penjaminan hak-hak mereka sebagai warga negara, seperti diatur dalam perundang-undangan.
Menurutnya, tak kurang dari 2300 jiwa kini berada di kamp karantina yang dikelola oleh TNI AD Kodam Tanjung Pura dan Brigif Singkawang, Kalimantan Barat. Termasuk di antaranya, 300 anak yang juga ikut mengungsi di sana.
Ditambahkan Haris, pada Sabtu (23/1/2016) atau hari ini, mereka akan ada eksoduss paksa di pusat karantina di asrama haji di Boyolali, Jawa Tengah dari Lanud Supadio Pontianak, dengan menggunakan pesawat HerculesTNI AU dan dipimpin oleh Mensos dan Menagri.
“Kami juga mengetahui bahwa kepercayaan dan agama yang dianut oleh para mantan anggota Gafatar adalah amat beragam, di sana ada ummat Muslim, Kristiani, Hindu, Buddha yang memiliki inisiatif dalam pengembangan kemandirian ekonomi dan pangan,” kata Haris dalam siaran persnya, Jumat (22/1/2016).
Banyak dari mereka, ungkap Haris, yang telah mengubah domisili dan identitas administratif seperti KTP, Kartu Keluarga (KK) di wilayah administrasi Kalimantan Barat.
“Tuduhan sesat yang digencarkan oleh Majelis Ulama Indonesia harus dibuktikan. Apa definisi dan standar atas aliran sesat di Indonesia. Jangan sampai cap sesat kemudian digeneralisir dan digunakan sebagai pembenar atas rantai viktimisasi dari warga yang tengah bergiat, mendorong kemandirian sosial dan ekonominya,” harapnya.
Karenanya, KontraS juga mendesak, agar Gubernur Kalimantan Barat menyediakan lokasi pengungsian yang layak dan aman sembari mengupayakan mediasi antara masyarakat di Mempawah dengan para pengungsi, dengan meminta persetujuan para pengungsi dalam menentukan tahap-tahap pengungsian, relokasi, dan upaya pemulangan bagi mereka yang menginginkan.
Selain itu, Kapolri juga harus memerintahkan jajarannya di wilayah Kalimantan Barat untuk menindak pelaku perusakan, pembakaran, dan pengusiran sembari menjamin keamanan ribuan mantan anggota Gafatar di Mempawah, Kalimantan Barat.
“Konsep penegakan keamanan negara dan menjaga stabilitas tidak boleh dijadikan prioritas represif yang menghalangi hak-hak warga untuk mengaktualisasikan kehidupan sosialnya atau hak mereka untuk menetap dan berdomisili di satu wilayah,” anggap Haris.
Selanjutnya, TNI pun seharusnya mampu menahan diri untuk tidak berlebihan mengambil langkah operasi militer selain perang dengan ikut mendukung proses pengusiran paksa mereka (Rep-03/Ed-03)