Ketua MUI DIY, Thoha Abdurrahman. (sutriyati/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY, Thoha Abdurrahman menegaskan, raja di keraton Yogyakarta harus laki-laki. Penegasan tersebut ia sampaikan usai Sarasehan ke-32, di Masjid Gedhe Kasultanan Yogyakarta, Jumat (15/9/2017)
“Itu (raja laki-laki) kan sesuai dengan Paugeran dan juga Undang-undang Keistimewaan DIY,” kata Thoha kepada wartawan.
Sementara terkait dengan desakan penundaan pelantikan Gubernur DIY periode 2017-2022 oleh sejumlah elemen masyarakat, Thoha berpendapat bahwa semestinya memang permasalahan penggunaan dua nama oleh Sultan diselesaikan terlebih dahulu, sebelum dilantik kembali, pada 10 Oktober 2017 mendatang.
Hal senada juga diungkapkan salah satu pengurus Paguyuban Penegak Paugeran Adat Kesultanan Mataram Islam Ngayogyakarta Hadiningrat, KMT Condro Purnomo. Menurutnya, DPRD DIY kurang jeli dalam melakukan verifikasi berkas administrasi pencalonan Gubernur DIY, khususnya menyangkut penggunaan dua nama Sultan hingga saat ini.
“Seharusnya SK tentang gelar Sultan Hamengku Buwono itu diverifikasi ke keraton, seperti apa proses administrasinya. Tapi itu yang dilakukan,” sesal Condro.
Sementara sebelumnya, Ketua DPRD DIY, Yoeke Indra Agung Laksana, kepada kabarkota.com, baru-baru ini menganggap bahwa secara hukum formal, permasalahan gelar Sultan itu sudah selesai, ketika rapat paripurna penetapan Gubernur DIY, pada awal Agustus 2017 lalu. Mengingat, SK yang diserahkan pihak keraton sudah sesuai dengan gelar yang dicantumkan dalam UUK DIY.
Sementata wakil penghageng Tepas Tanda Yekti keraton Yogyakarta, KRT Yudahadiningrat juga sempat membenarkan penggunaan gelar Bawono untuk internal keraton, dan nama Buwono untuk urusan pemerintahan. Namun, Yudhahadiningrat berdalih, hal tersebut tak melanggar aturan dalam UUK DIY. (Ed-03)
SUTRIYATI