Sultan Hamengku Buwono X (dok. humas Pemda DIY)
YOGYAKARTA (kabarkota,com) – Sultan Hamengku Buwono X akhirnya angkat bicara terkait pemberhentian jabatan kedua adiknya di keraton Yogyakarta yang menjadi sorotan publik.
Raja Keraton Yogyakarta ini berdalih, pihaknya tak akan memberhentikan kedua adiknya, jika tugas dan tanggung-jawabnya dalam jabatan itu bisa dijalankan. Hanya saja, sejak lima tahun terakhir, mereka tidak aktif. Sementara mereka masih mendapatkan gaji dari Negara.
“Pembina budaya kan dari APBN,” tegas Sultan, Kamis (21/1/2021).
Sultan juga membantah bahwa pemberhentian tersebut tidak ada kaitannya dengan perselisihan tentang Sabda Raja. Mengingat, ada beberapa pihak yang tak sepakat dengan Sabda Raja namun tetap menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai Penghageng, maka tak ia berhentikan hingga sekarang.
Sebelumnya pada 20 Januari 2021, kabarkota.com memberitakan bahwa Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo yang merupakan adik Sultan Hamengku Buwono X mengaku diberhentikan dari jabatan Panggedhe Kawedanan Hageng Punakawan Nityabudaya Keraton Yogyakarta.
Dalam surat yang ditandatangani atas nama Hamengku Bawono Ka-10 tertanggal 2 Desember 2020 tersebut, gusti Prabu digantikan oleh putri bungsu Sultan, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara yang sebelumnya memegang jabatan sebagai wakil Panggedhe Kawedanan Hageng Punakawan Nityabudaya Keraton Yogyakarta.
Tak hanya gusti Prabu, tetapi GBPH Yudhaningrat juga dinonaktifkan dari jabatan Penggedhe Kawedanan Hageng Punakawan Parwabudaya Keraton Yogyakarta, dan digantikan posisinya oleh Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi yang tak lain adalah putri
Namun, gusti Prabu menganggap, pemberhentian tersebut tidak sah karena melanggar paugeran keraton.
“Keraton Yogyakarta , tidak mengenal nama (gelar) Bawono. Artinya, surat ini batal demi hukum,” tegas gusti Prabu, Rabu (20/1/2021).
Lebih dari itu, gusti Prabu mengklaim bahwa dirinya diangkat untuk menduduki jabatan tersebut oleh ayahnya, (alm.) Sultan Humengku Buwono IX, delapan Kawedanan, Bebadan, dan Tepas yang kemudian diteruskan oleh Sultan Hamengku Buwono X. Meskipun sejak Sultan Hamengku Buwono X mengeluarkan Sabda yang menurutnya melanggar paugeran, maka selama enam tahun terakhir dirinya tak aktif lagi di keraton. Tak hanya dirinya, namun juga putra-putri dari Sultan HB IX juga mengambil sikap yang sama.
Namun demikian, gusti Prabu mengaku tak akan membawa keberatan tersebut ke ranah hukum. Meskipun dirinya merasa tak bersalah dalam hal ini. Mengingat, langkah ke ranah hukum justru akan mencemari nama baik Keraton Yogyakarta dan para pendirinya. Sebab, apapun perbuatan yang dilakukan oleh seorang Sultan itu akan dicatat oleh rakyatnya. (Rep-01)