Ilustrasi (sumber: dok.pribadi)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Bercerita tentang sisi kehidupan keluarga Wiji Thukul, Film pendek berdurasi 16 menit berjudul Bunga Dan Tembok/ Flowers In The Wall screening di Singapura (8/10/2016), atas undangan National University Singapore (NUS) dalam forum “Bahasa Thukul dan Wiji Melawan”. Wacana sastra Indonesia, realita kehidupan Wiji Thukul sebagai sastrawan dengan puisi yang memiliki semangat perlawanan, dipersembahkan di NUS.
Film dari Elora Production ini disutradarai Eden Junjung dari Yogyakarta. Masih sedikitnya literatur tentang sudut pandang kehidupan keluarga Wiji Thukul, menjadi alasan pembuatan film.
Eden menceritakan awal mula mengenal Wiji Thukul dari membaca, kemudian ia mengenal Fajar Merah anak bungsu Wiji Thukul. Ia sering berkunjung ke rumah Fajar di Solo, sampai mengerti kondisi objektif keluarganya, hingga akhirnya meminta izin untuk memfilmkan.
“Aku kenal Fajar dan main kerumahnya, lalu kenal dekat dengan ibunya,” cerita Eden (10/10/2016).
Film ini dibuka dengan adegan ibu dan anak yang meminta bantuan orang pintar untuk mencari keberadaan Wiji dengan cara magic, namun keberadaan Wiji tidak ditemukan. Setelah Wiji Thukul menghilang, keluarganya mengalami kesulitan finansial.
Dyah Sujirah (istri Wiji Thukul) dan Fajar Merah anaknya mengurus surat kematian Wiji Thukul, sebagai syarat administratif mendapatkan pinjaman modal. Keluarga Wiji terpaksa membuat surat kematian, meskipun tidak yakin dengan kematian Wiji Thukul.
“Keluarga Wiji Thukul bertahan hidup pasca hilangnya Wiji, salah satunya dengan pinjam uang,” ungkapnya.
Pada tahun 2012, Fajar Merah berkicau di twitter dengan mengatakan bahwa yang membunuh ayahnya adalah ibunya sendiri. Maksud membunuh di sini adalah dengan membuat surat kematian Wiji Thukul, yang belum ditemukan bukti keberadaan atau kematiannya.
“Ini hal penting yang perlu diketahui publik. Saya riset dan nulis naskah dua tahun,” tutur Eden.
Pasca screening di Singapura, tambah Eden, ada permintaan karya Wiji Thukul untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Screeaning film di Singapura dihadiri para sastrawan-sastrawan besar Singapura seperti Suratman Markasan, Mohamed Latiff Mohamed, dan Jamal Ismail.
“Singapura ternyata memiliki arsip karya sastra Wiji Thukul di perpustakaan. Mereka bahkan menginginkan karya Wiji Thukul diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris,” kata Eden.
Karya film ini dibintangi oleh Erythrina Baskoro dan Landung Simatupang mengambil setting di Kulon Progo menelan dana kurang lebih 15-20 juta. Apresiasi yang didapat, tambah Eden, salah satunya adalah kolektor kesenian yang tertarik dan memberikan sebagian dana.
“Teman-teman tinggal di Yogya dan nggak dibayar makanya pilih lokasi di Kulon Progo. Yang penting kerangkanya sama,” ungkapnya.
Menurut Eden, film ini menginterpretasi puisi Wiji Thukul berjudul bunga dan tembok. Dari kasus hilangnya Wiji Thukul, Eden mengkritisi tindakan negara yang tidak serius dalam menyelesaikan kasus.
“Negara kurang memperhatikan keluarga korban penghilangan paksa dan tidak menindaklanjuti kasusnya hingga tuntas” pungkasnya.
(Rep-04/Ed-01)