Susahnya Memahamkan Pemberantasan DBD dengan EDP

Temu Warga Desa Trihanggo dengan Menristekdikti, Mohamad Nasir, di Dusun Kronggahan II, Selasa (26/4/2016). (Sutriyati/kabarkota.com)

SLEMAN (kabarkota.com) – Memberantas Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan pengasapan (fogging) atau pun membasmi jentik nyamuk merupakan hal yang biasa dan cukup familiar di masyarakat. Namun, memberantas nyamuk aedes aegypti dengan Eliminate Dengue Program (EDP) sebagaimana yang digagas UGM sejak tahun 2012 lalu, bukanlah hal yang mudah dilakukan.

Bacaan Lainnya

Hal itu pula yang dialami Kepala Desa Trihanggo, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, DIY, Herman Budi Pramono saat mensosialisasikan program tersebut ke masyarakat, khususnya di dusun Kronggahan. Pasalnya, EDP menggunakan cara yang tak biasa dalam memberantas DBD, yakni dengan mengawinkan nyamuk di wilayah tersebut dengan nyamuk yang mengandung bakteri alami Wolbachia sebagai penangkal Dengue.

“Dulu kasus DBD di wilayah ini cukup tinggi. Setelah ada penelitian EDP, banyak penolakan di masyarakat dan menyulitkan kami untuk melakukan sehingga perlu resosialisasi. Bahkan, sempat ada lima warga yang tdak menegur sapa saya,” ungkap Herman dalam Temu Warga Desa Trihanggo dengan Menristekdikti, Mohamad Nasir, di Dusun Kronggahan II, Selasa (26/4/2016).

Hal serupa juga diungkapkan Ketua LPMD Trihanggo, Priyono. “Awalnya, satu petugas EDP menghadapi 30 anggota LPMD dan dicecar pertanyaan-pertanyaan tentang perkawinan nyamuk tersebut sampai gelagapan,” ucapnya yang langsung disambut tawa peserta Temu Warga.

Namun kini, lanjut Pri, setelah sekitar 90 persen nyamuk wolbachia sudah tersebar, wilayah Kronggahan telah dinyatakan bebas DBD.

Menanggapi hal tersebut, Menristekdikti, Mohamad Nasir meminta agar cara pemberantasan DBD tersebut benar-benar dijelaskan ke masyarakat sebelum nyamuk berwolbachia itu disebarkan.

“Kami juga mohon kepada Gubernur supaya nyamuk berwolbachia ini bisa ditebarkan ke DIY, dan kalau sudah berjalan akan ditebarkan pula ke seluruh Indonesia,” pintanya.

Harapannya, hasil riset tim EDP UGM itu, menurut Menristekdikti juga bisa diterima oleh Kementerian Kesehatan untuk dijadikan program nasional.

Sementara, Adi Utarini selaku Koordinator riset EDP UGM menyatakan, pada tahun 2016 ini, penebaran nyamuk berwolbachia juga akan diperluas hingga ke wilayah Kota Yogyakarta, setelah sebelumnya terbukti efektif menekan angka kasus DBD di Sleman dan Bantul.

Selain melalui penyebaran nyamuk dewasa, EDP juga menitipkan ember berisi telur nyamuk berwolbachia di rumah-rumah warga yang secara periodik akan diganti.

“Target penyebarannya dapat menjangkau 40 persen wilayah di Kota Yogyakarta dalam waktu satu tahun,” sebutnya. (Rep-03/Ed-03)

Pos terkait