Ilustrasi (redaksiindonesia.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Bursa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Kota Yogyakarta pada 2017 mendatang akan diwarnai dengan munculnya pasangan calon yang maju dari jalur independen atau non partai. Namun, pengamat politik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Andi Yanuardi berpendapat, peluang bagi pasangan calon jalur independen di kota Yogyakarta ini berbeda dengan DKI jakarta yang sudah tinggi popularitas dan elektabilitasnya karena berposisi sebagai gubernur.
“Untuk kasus DIY calon independen masih harus mampu bekerja meyakinkan publik yogya bahwa kota yogya butuh pemimpin yg membawa perubahan. Calon independen harus mampu menunjukkan bahwa dia bisa membawa perubahan,” kata Andi saat dihubungi kabarkota.com, Rabu (25/5/2016).
Selain itu, lanjutnya, calon tersebut juga harus bisa menunjukan dirinya lebih baik dari calon partai. Karenanya, mereka tidak bisa bekerja sendiri, melainkan harus didukung oleh tim yang kuat dan solid, serta mempunyai jiwa kerelawanan yang tinggi. Mengingat calon yang muncul di Yogyakarta ini bukan calon yang bermodal uang.
Sementara, terkait dengan syarat dukungan minimal untuk bisa masuk ke bursa calon walikota dan wakil walikota yakni 8,5 persen dari rekap DPT Pilpres 2014 di Kota Yogyakarta, atau 26.374 pemilih, dengan sebaran minimal 50 persen dari total 14 kecamatan di Kota Yogyakarta, menurutnya angka tersebut cukup tinggi.
Hanya saja, jika calon dan tim mampu meningkatkan elektabilitasnya dalam waktu cepat, maka bukan tidak mungkin persyaratan tersebut akan terpenuhi. (Rep-03/Ed-03)